Lihat ke Halaman Asli

Socially The City Of Tual

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tema kali ini sangat sederhana dan mencengangkan, coba kita tengok minimal 5 tahun ke depan apa perkembangannya baik? Hah, mulai aja belom udah ngintip-ngintip masa depan.

Dan saya memulai dari sebuah cerita sederhana tentang cita-cita, cinta, dan embel-embelnya :

Berulang kali terpikirkan olehku apakah memang aku mampu merubah sebuah tatanan yang sudah 'fase' atau bisa jadi sangat 'paten' sehingga tak dapat lagi diubah. Banyak yang berkata bahwa "segalanya berawal dari mimpi" bahkan kata yang menurut saya ajaib ini sudah merasuki setiap jiwa dari kaum muda era ini, yah, ada yang menyajikannya lewat lirik lagu, ada yang menyajikannya lewan tulisan-tulisan singkat, dan, aarggh masih banyak dah pokoknya.

Ini bukan persoalan mimpi. Mimpi saja sulit, apalagi real-nya? kan begitu? jadi persoalannya berani or not? Saya jadi ingat seorang filsuf inggris pada masa ekspansi kerajaan spanyol, dia berkata "aku lahir bersama rasa takut dan rasa takut adanya saudara kembarku" kurang lebih seperti itu kata dia. Si filsuf inipun memprakarsai sebuah perlawanan besar akan rasa takut yang akut akan sebuah legenda kuno yang berhubungan dengan penguasa laut yang ternyata berwujud naga yang sangat besar, tapi saya tak yakin dia mampu menaklukannya.

Dan lagi-lagi saya masih berpikir, apakah saya berani? sekarang sudah agak naik sedikit levelnya dari sebelumnya "mampu?" menjadi "berani?"

Mari berpikir, kira-kira apa formula yang tepat untuk mengubah bahkan menghilangkan sebuah penyakit akut yang menggerogoti peradaban ini?

Saya berpikir, mungkin harus dimulai dari sebuah tatanan yang tidak terlalu besar. Ya, nampaknya benar sekali. Saya mulai dari diri saya dulu sebagai kelinci percobaan dan memang saya selalu memprakarsai diri saya dalam segala hal untuk menjadi kelinci percobaan alias mencobanya lebih dahulu, kemungkinan ada baiknya juga, hanya Tuhan yang tahu.

Dari sektor lokal (daerah), tepatnya daerah saya sendiri. Nampaknya berbagai macam pergeseran terus-menerus terjadi tanpa henti-hentinya. Alangkah lebih bijak jika saya perkenalkan lebih dulu daerah atau sektor lokal yang akan saya obrak-abrik kali ini.

Kota Tual, adalah salah satu kota diwilayah kepualauan Maluku, dengan kata lain Provinsi Maluku memiliki 7 kabupaten dan 4 kotamadya dan Kota Tual kampung saya adalah salah satu kotamadyanya. Dengan 4 kecamatan yang tersebar pada luas wilayah 254,39 km² dan jumlah populasi pada tahun 2005 sekitar 51.081 jiwa. Ya, ya, ya, cukup baik juga kampungku ini. Dan kampung saya ini pertama kali mendapat Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp. 196.885.900.000, kurang lebih itulah jumlah yang pada awalnya diberikan oleh Negara untuk digunakan dengan sebaik-baiknya, sekiranya berhasil saya ucapkan alhamdulillah. Oiya, Kota Tual sebelum di mekarkan, adalah Ibu dari kabupaten Maluku Tenggara, dan setelah UU RI No 31 Tahun 2007 disahkan maka anak dan ibu ini pun terpisah secara administratif, tetapi biar bagaimanapun mereka berdua tetap anak dan ibu, kiranya begitu.

Saya belum menyebutkan PAD-nya ya, waaah, gini aja, karena saya nggak tahu berapa penghasilannya bagaimana kalau saya petakan kondisi sosial-ekonomi masyarakatnya, yaaaah, kiranya bisa diterka-terka berapa penghasilannya gitu. Tetapi saya lebih condong pada masyarakatnya, bukan pada pemerintahannya karena menurut saya sih, sebuah wilayah dinyatakan berkembang jika masyarakatnya (SDM) memadai. Kan begitu?

Masyarakat Kota Tual saya bagi dalam dua tingkatan termasuk dengan lingkup ekonominya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline