Lihat ke Halaman Asli

Halima Maysaroh

TERVERIFIKASI

PNS at SMP PGRI Mako

Teruskan Pesan WhatsApp Dahulu, Guru Dapat Sertifikat Kemudian

Diperbarui: 10 Januari 2024   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anda seorang guru? Tertu tergabung dalam berbagai grup WhatsApp terkait informasi pendidikan. Ada grup sekolah, grup informasi pendidikan kecamatan, grup informasi pendidikan kabupaten, grup MGMP, grup seangkatan CPNS dan banyak sekali grup pendidikan lainnya.

Bukan hanya saya, pasti rekan-rekan guru lain juga mengalami fenomena menumpuknya pesan WhatsApp grup yang berisi pesan berantai yang diteruskan berkali-kali sebagai syarat mengikuti pelatihan guru, diklat daring dan webinar. Penyelenggara biasanya memberi syarat kepada calon pendaftar pelatihan daring dengan mengirim tangkap layar bahwa telah membagikan informasi pelatihan tersebut ke grup-grup WhatsApp pendidikan. Tujuannya baik, agar lebih banyak lagi orang yang membaca informasi pelatihan dan turut mendaftar sebab dijanjikan mendapat sertifikat.

Telah diketahui secara umum bahwa sertifikat berperan penting sebagai alat bukti bahwa telah mengikuti pelatihan atau webinar tersebut. Sertifikat juga berperan penting bagi seorang guru dalam menginput administrasi pengelolaan kinerja.

Guru memang wajib berinovasi dan memperbaharui pengetahuan. Pengetahuan tidak pernah berhenti dan zaman yang tidak berhenti berkembang. Itu sebabnya seorang guru perlu upgrade diri dalam bidang keilmuannya, salah satu caranya yaitu mengikuti pelatihan-pelatihan yang terkait latar belakang profesi.

Seminar atau pelatihan daring mempermudah peserta atau para guru untuk mengikutinya. Hanya dengan masuk ruang virtual zoom atau google meet, ilmu yang bermanfaat dapat diraup. Apalagi untuk mengikuti kegiatan daring secara gratis. Parahnya biasanya penyelenggara menyediakan fasilitas live streaming di YouTube sehingga dapat diakses bagi peserta yang tidak mampu ditampung dalam ruang virtual zoom. Cara ini menimbulkan kecurangan bagi peserta yang hanya berburu sertifikat. Tanpa menonton live streaming sampai selesai, mereka dapat mengakses tautan presensi dan menyatakan dirinya hadir. Ribuan penonton di Youtube tidak dapat diidentifikasi satu persatu peserta mana saja yang menyaksikan materi pelatihan hingga tuntas.

Kuantitas sertifikat tanpa kualitas implementasi

Oknum guru berlomba-lomba mendaftar berbagai pelatihan guru yang menjanjikan sertifikat dan gratis tersebut demi menumpuk validasi yaitu setifikat pelatihan. Di mana sertifikat dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan administasi pendidikan sebagai bukti bahwa guru tersebut berinovasi dan memperbaharui pengetahuan.

Menumpuk banyak sertifikat tanpa mengikuti pelatihan secara intensif telah menjadi fenomena yang diwajarkan. Jika penyelenggara membatasi peserta hanya dalam ruang virtual zoom saja dan harus on cam selama pelatihan, dapat diakui kredibilitas sertifikat tersebut. Tetapi, jika penyelenggaran tidak membatasi jumlah peserta pelatihan, dan peserta yang tidak dapat masuk ruang virtual malah diminta untuk mengakses tautan live streaming di YouTube, tentu peserta ini tidak dapat di-handle dengan baik. Tidak ada bukti peserta menyaksikan dengan benar, sebab bisa saja perangkat peserta mengakses live streaming YouTube tetapi pesertanya sendiri malah tidur atau mengerjakan pekerjaan lainnya.

Beberapa penyelenggara memberi syarat kepada peserta untuk melakukan post test setelah kegiatan virtual selesai. Post test itu diselesaikan untuk dapat mengklaim sertifikat. Tetapi, soal post test yang diakses melelui google form itu tidak juga dapat dikatakan efektif. Peserta dengan mudah menyalin soal dan menempelnya di kolom pencarian google. Jawaban dapat dilihat dan terpampang nyata. Apa sulitnya?

Kalau boleh saran, alangkah baiknya post test itu berupa pengumpulan artikel dari keseluruhan materi kegiatan. Artikelnya juga dinilai dengan fitur plagiarism agar peserta tidak hanya salin tempel dari google. Post test juga dapat berupa video aksi nyata (implementasi) dari materi. Setelah itu barulah peserta dapat menerima penghargaan berupa sertifikat.

Jika seminarnya saja tidak diikuti dengan maksimal atau bahkan tidak diikuti sama sekali, hanya isi presensi dan post test, maka bagaimana caranya peserta mengimplementasikan isi materi pelatihan tersebut? Apa tujuannya mengikuti seminar? Mendapat ilmu untuk berinovasi di sekolah yang objek penerima inovasi tersebut adalah siswa, atau hanya untuk selembar sertifikat demi administrasi mengelola kinerja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline