Lihat ke Halaman Asli

Halima Maysaroh

TERVERIFIKASI

PNS at SMP PGRI Mako

Percaya Diri Mempublikasikan Tulisan, Pentingkah?

Diperbarui: 29 Juni 2022   18:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku Pertama saya yang terbit dengan nama pena Ha Mays (dokpri)

Tidak semua orang memiliki kepercayaan diri untuk menerbitkan atau menayangkan tulisannya. Baik dalam bentuk cetak maupun daring yang diwadahi oleh platform menulis. Menayangkan tulisan sedang marak, tak hanya penulis papan atas, penulis amatiran seperti saya juga tidak sedikit yang berlomba-lomba mempublikasikan tulisannya. Namun, tidak sedikit penulis pemula yang belum memiliki nyali tulisannya dibaca oleh orang lain.

Saya pernah menerima direct message di Instagram dari teman yang bernaung di komunitas menulis yang sama. Dia mengutarakan bahwa memiliki naskah novel di laptop yang sudah bertahun-tahun ditulisnya, tetapi belum ada keberanian untuk menyodorkan ke penerbit. Alasannya sangat klise, yaitu tidak percaya diri, belum siap tulisannya dibaca orang banyak.

Saya sendiri justru sebaliknya, sejak tahun 2000, waktu itu saya baru masuk ke Sekolah Menengah Pertama (SMP), saya mulai menulis di kertas-kertas sisa (buku tulis bagian paling belakang). Biasanya sebelum buku catatan benar-benar habis, sudah siap buku baru, maka masih ada beberapa lembar, di situlah saya menulis cerpen. Waktu itu belum memiliki laptop bahkan belum memiliki telepon genggam. Siapakah pembacanya? Teman-teman sekelas saya paksa untuk membaca tulisan tangan yang tergolong tidak rapi. Kebiasaan ini berlangsung hingga SMA.  Intinya, hingga sekarang saya sangat bahagia jika tulisan dibaca orang lain.

Pentingkah percaya diri mempublikasikan tulisan? Untuk saya pribadi itu penting.

Menguatkan Mental

Sebelum menayangkan tulisan, harus sudah siap dampak yang akan diterima. Di sini mental dilatih untuk lebih kuat lagi. Bukan hanya siap menui pujian, mendapatkan honor dan dikenal keren, tetapi juga harus siap dengan risiko dikritik pembaca, ditolak editor atau bahkan yang paling parah adalah tak ada yang minat untuk membaca tulisan yang sudah memakan waktu dan tenaga untuk proses menulisnya tersebut.

Penulis biasanya dikenal sebagai seseorang yang keren. Bagaimana tidak, penulis harus pintar dan berwawasan luas. Untuk menayangkan satu tulisan saja perlu riset dan membaca referensi karena menulis bukan sekadar menuangkan apa yang dirasakan tetapi juga menuangkan apa yang diketahui. Kalau tidak tahu apa-apa, manalah bisa menulis.

Tetapi jangan hanya bernaung pada lebel "Penulis itu Pintar" saja, lalu berharap sanjungan. Harus siap dengan risiko patah hati. Patah hatinya penulis itu bukan semata soal ayang, tetapi lebih sakit lagi adalah ditolak editor, tidak memiliki banyak pembaca, dibanding-bandingkan dengan penulis yang lebih kemampuannya. Patah, bukan? Jika mulai berani menanyangkan atau menyodorkan tulisan, maka mental mulai terlatih untuk menjadi penulis bermental profesional.

Penyembuhan diri

Menayangkan tulisan bisa menjadi penyembuhan diri dari gangguan psikologis seperti trauma dan patah hati. Dalam kasus ini, penulis dapat mengekspresikan keresahan dan berbagi motivasi bagi pembacanya.

Yang paling membahagiakan bagi penulis adalah dapat menginspirasi pembaca dan mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Suatu kepuasan, bukan? Sungguh menyenangkan dan dapat menjadi penyembuh dari patahan dan luka mental.

Soal honor menulis bukan lagi prioritas. Yang dapat menyembuhkan diri adalah tulisan tayang/terbit dan bermanfaat bagi orang lain. Terasa diri tidak sendiri dan buah pikir ada yang memahami.

Mengukur sejauh mana kemampuan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline