Lihat ke Halaman Asli

Dari Mana Asal Angka Target Pajak?

Diperbarui: 21 Januari 2016   14:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2016 telah mencanangkan besaran target pajak pada angka Rp1.546,7 triliun.

Apakah Saudara mengetahui asal muasal angka target pajak?

Jawabannya tentu tidak sesederhana dari langit turun ke bumi :D

Untuk dapat mengetahui asal angka target pajak dalam suatu tahun anggaran, mari kita mencoba memahami beberapa konsep yang membentuk angka tersebut.

Pemerintah Indonesia, sesuai amanat Alinea IV Pembukaan UUD 1945, bertanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Amanat tersebut kemudian ditafsirkan dalam suatu target pembangunan/ tujuan nasional di mana indikator – indikator dan cara pengukurannya dibahas dalam suatu Musyarawah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas). Indikator tersebut dikenal sebagai indikator makro ekonomi, di mana salah satu indicator yang paling utama adalah tingkat pertumbuhan ekonomi. Asumsi makro APBN 2016 menetapkan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3%.

Pertanyaannya, apakah arti tingkat pertumbuhan ekonomi 5,3%?

Artinya bertambahnya tingkat kemakmuran masyarakat karena barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat meningkat 5,3% dari Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia. Masyarakat di sini mencakup baik penduduk lokal maupun warganegara asing yang bekerja di Indonesia.

Untuk membantu memahami mengenai PDB, maka dikenal juga istilah Produk Nasional Bruto (GNP). GNP meliputi kemakmuran yang bertambah dari meningkatnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh warganegara Indonesia baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tidak termasuk pendapatan warga Negara asing di dalam negeri. Sederhananya, perbandingan besaran GDP Indonesia lebih besar dari GNP Indonesia. Sedangkan, GNP kebanyakan Negara maju, katakanlah Amerika, justru sebaliknya di mana GNP Amerika lebih besar daripada GDP Amerika.

Selain itu perlu diingat bahwa perhitungan kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi adalah dalam keadaan harga tetap (konstan). Artinya, jika suatu barang mengalami kenaikan harga, sedangkan jumlah barang yang dijual tetap, maka tidak dapat dianggap sebagai suatu pertumbuhan. Contoh: Kursi terjual 100 unit pada harga Rp100.000/unit, maka penjualan total adalah Rp100.000.000. Tahun berikutnya, harga kursi naik menjadi Rp110.000/ unit, jumlah kursi terjual sebanyak 100 unit, diperolah total penjual Rp110.000.000. Kenaikan 10% setara Rp10.000.000 di sini bukanlah suatu tingkat pertumbuhan karena jumlah kursi terjual konstan sejumlah 100 unit.

Kembali ke konsep APBN, negara berbeda dengan rumah tangga/ perusahaan pada umumnya, di mana pendapatan dicari lebih dahulu baru kemudian timbul pengeluaran. Negara menggunakan logika yang berkebalikan, di mana lebih dahulu ditetapkan pengeluaran, baru dicari pendapatannya. APBN tahun 2016 telah menetapkan pengeluaran Belanja Negara sebesar 2095,7 triliun setara sekitar 20% dari PDB Indonesia.

Setelah ketuk palu penetapan besaran Belanja Negara barulah kemudian dibagi ke dalam pos – pos sumber pendapatan. APBN Indonesia menganut kebijakan anggaran defisit. Undang-undang Keuangan Negara dan UU APBN mengamanatkan bahwa besaran defisit yang diperbolehkan maksimal 3% dari PDB. Jika tidak tercapai, maka Pemerintah dinilai tidak berhasil dan berisiko pemakzulan Presiden oleh Legislatif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline