Lihat ke Halaman Asli

Tentang Gadget yang Memabukkan

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu lalu saya kongkow dengan teman teman di salah satu cafe. Begini, ketika menunggu teman teman datang, saya duduk di deretan meja kursi yang paling luar, sedikit banyak saya dihembus angin bercampur air. Sore itu gerimis. Meja di dalam sudah penuh, bahkan sangat sesak. Hampir semua yang duduk dan makan adalah para ABABIL (ABG labil). Saya menghidupkan laptop, membaca beberapa tulisan. Tapi saya terusik, suasananya bising sekali. Sebentar sebentar saya menengok mereka, berbagai macam rupa, berbagai macam gaya. Saya hentikan agenda membuka laptop. Saya menikmati manusia lalu lalang di sana. satu persatu.

Dari jauh seorang perempuan muda berjalan dengan hak tingginya. Gayanya sangat up to date, Di belakangnya seorang laki laki menyusul, tidak kalah keren. Sepertinya mereka baru saja turun dari mobil. Sebuah benda tipis di tangan perempuan itu mencuri perhatian saya. Saya yakin itu sejenis tab atau ipad. Dengan anggunnya perempuan itu menenteng gadgetnya itu. Keren sekali. Mereka memilih duduk di tengah, yang agak jauh dari percikan gerimis (saya kok malah suka kena gerimis -_-). Tab-nya dibuka, disentuh sentuh. Entah apa saja yang dilakukannya dengan benda mahal itu. Sementara dari dalam tasnya dia mengeluarkan ponsel pintar yang sepertinya juga mahal, diletakannya di atas meja. Tapi saya kok yakin, perempuan itu bukan tipe wanita karier, sepertinya dia mahasiswa. Kesimpulan saya tab itu digunakannya untuk bermain Angry Bird dan mengedit foto.

Ternyata hampir semua orang di tempat itu sedang memegang gadgetnya masing masing (termasuk saya). Di sela sela tawa ada saja yang sibuk membuka Blackberry, Android, dan laptop (seperti saya). Bahkan meja di belakang saya diduduki oleh empat orang. Tidak ada suara, mereka khusuk dengan ponselya masing masing. Lantas saya berpikir, buat apa mereka membuat janji bila hanya untuk diam mencermati ponsel masing masing, tanpa interaksi dengan yang membuat janji.

Sebenarnya saya juga pernah begitu. Awal 2011 dulu, saya dan tiga teman yang lain bekerja dalam satu ruangan. Satu orang menggunakan komputer, tiga lainnya dengan laptop. Ruangan itu senyap sekali. kami saling mengomentari sebuah status di Facebook. Kami berempat heboh di Facebook, padahal kami satu ruangan. Kenapa tidak berbicara langsung saja????

Einstein pernah berkata, “I fear the day when technology overlaps our humanity. It will be then that the world will have permanent ensuing generations of idiots.”

Tidak salah Einstein berkata begitu. Nyatanya dengan ponsel pintar orang menjadi semakin bodoh. Tidak ada lagi interaksi sosial. Penghargaan atas kehadiran sudah bergeser maknanya. Hari ini gadget telah melampaui fungsinya dari sekedar alat komunikasi menjadi sebuah fashion. Tapi saya tidak mau membahas itu, rasanya semua orang sudah tahu.

Saya ini tipe orang yang sudah lumayan addicted dengan internet. Karena itu keputusan membeli ponsel pintar adalah sesuatu yang sulit. Dari dulu saya hanya menggunakan ponsel NOKIA yang harganya 300ribuan. Karena meningkatnya kebutuhan, saya beli juga yang agak mahal, yang ada kameranya dan ada mp3 playernya.

Saya baru menggunakan ponsel pintar sekitar pertengahan tahun 2012. Pun itu karena saya merasa benar benar butuh. Apapun alibinya, hari ini ternyata saya ikut ikutan menjadi gila smartphone. Saya agak mati gaya bila sehari saja tidak membawa hape. Saat tidur, hape ada di sebelah bantal. Bangun tidur hape jugalah yang pertama kali saya cari. Antri di dokter, hape juga yang dibuka. Ke toilet, hape juga yang dibaca. Entah itu membuka Facebook, Twitter, Path, Line, Whatsapp, WeChat, Kakao, tumblr, Blogger, Wordpress, PicsArt, Camera360. Banyak sekali!

Saya kira, saya bisa gila bisa terus terusan begini. Maka ada 3 hal yang saya lakukan demi terjauhkannya saya dari godaan gadget yang memabukkan:

1. Saat tidur, ponsel mati, dicharge, dan jauhkan dari tempat tidur. Dengan begitu saya bisa tidur lebih nyenyak. (Karena ternyata saya sering mengirim pesan saat tidur, alias ngelindur)

2. Bawa buku. Sebelum punya ponsel pintar, saya selalu membawa buku kemanapun saya pergi. Saya tidak akan mati gaya. Saya punya buku untuk dibaca.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline