Lihat ke Halaman Asli

Halimson Redis

Guru di Jubilee School dan Federasi Guru Independen Indonesia (FGII)

"Kramat" Commensalen Huis

Diperbarui: 4 September 2021   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Commensalen Huis, sebagai rumah tinggal yang diperuntukan untuk kalangan mahasiswa kedokteran STOVIA dan mahasiswa hukum RHS dengan biaya murah dengan fasilitas terbaik saat itu, bisa disebut sebagai “kos-kosan modern.” Saat ini, tempat tinggal pelajar tersebut berada di jalan Kramat Raya no. 106. Tidak hanya itu, tempat ini dimanfaatkan para pemuda melakukan kegiatan kebangsaan. Di sini pula, pada 15 Agustus 1926, berdiri club pelajar modern, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang menggagas dan mengdeklarasikan “Sumpah Pemuda.”

Intensitas pertemuan pemuda sebelum Sumpah Pemuda di Commensalen Huis, semakin sering ketika beberapa anggota Algemeene Studie Club dari Bandung, bersama Soekarno, dkk. sering menginap di sini. Pertemuan dan diskusi kebangsaan hampir setiap hari terjadi, hingga wajar tempat ini dikenal dikalangan pemuda pelajar saat itu, sebagai tempat Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw (gedung pertemuan). Karena penggunaan istilah Belanda sudah mulai dipandang tidak sesuai dengan semangat pemuda, maka sejak 1927 mulai digalakan penggunaan Istilah Indonesia dengan mengawali penyebutan “Langen Siswo” untuk kelompok kesenian yang selalu latihan tarian untuk pengembangan budaya lokal.

 Sebagai Langen Siswo, kelompok pengembang kebudayaan nusantara yang diprakarsai oleh Jong Java, Commensalen Huis merupakan tempat yang nyaman untuk latihan tari-tarian, karena adanya kedekatan Sie Kong Liong dengan pemerintah kolonial saat itu. Begitu pula, PPPI memanfaatkannya sebagai markas besar pelajar Indonesia saat ini, bahkan berperan sebagai kantor sekretariat  PPPI, kemudian menerbitkan majalah Indonesia Raya. Selain itu, Langen Siswa digunakan sebagai tempat pelaksanaan Kongres Sekar Roekoen, Kongres Pemuda Indonesia, dan Kongres PPPI. Karena intensitas   Pertemuan dan diskusi kebangsaan yang semakin populer, tempat ini dilengkapi dengan berbagai kebutuhan tulis dan pendokumenan naskah, bahkan oleh PPPI pun ditambahkan dengan peralatan percetakan untuk menerbitkan majalah Indonesia Raya.

Sosok Sie Kong Liong dengan keikhlasannya memberikan dan melengkapi fasilitas kok-kosannya untuk digunakan oleh para pemuda, walaupun jumlah pemuda yang berdatangan dan yang menginap melebihi kapasitas ruangan tempat tidur. Sie Kong Liong, dengan senang hati menyambut kehadiran para pemuda dan juga melayani semua kebutuhan pemuda saat itu. Bahkan pemuda yang telat pembayaran kos, tidak menjadikannya marah dan kecewa, bahkan sebaliknya. Sering kali dia membantu kebutuhan pemuda yang kesulitan ekonomi saat, karena dia pun berperan sebagai bapak bagi anak-anak kosnya, disini mereka merasa satu keluarga besar yaitu keluarga Indonesia, karenanya pemuda merasa nyaman tinggal disini.

Kenyamanan tinggal terasa ketika musim ujian tiba, suasana Commensalen Huis, yang biasa diramaikan dengan diskusi pilitik dan kebangsaan, senyap seketika. Para pelajar banyak yang mengurung dirinya dalam ruangan kamar untuk belajar disepanjang hari. Tapi, ada juga yang memanfaatkan ruang-ruang tengah diluar kamar (taman-taman) untuk belajar sendiri ataupun belajar bersama. Ruang tengah yang biasa mereka gunakan untuk main remi, catur, ataupun biliar hingga pukul 24.00 seketika menjadi sepi senyap tanpa kegiatan. WR. Soepratman yang biasa memainkan biola dan  Amir Syarifuding yang selalu melepas kepenatanan dengan memainkan biola, serta Abu Hanifah yang biasa memainkan karya-karya Schubert dan Serenata yang bernada sintementil. Keseunyian ruangan akan berubah menjadi suasana yang ramai, bilamana ujian telah selesai. Diskusi politik dan kebangsaan menjadi makanan pokok dalam kos-kosan tersebut. Beginilah gambaran suasasa harian dalam commensalen Huis milik Sie Kong Liong seorang keturunan Tiong Hoa, yang ramah.

Beberapa pemuda yang memanfaat tinggal di commensalen Huis dan pernah tinggal seperti Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi (Surabaya), Soerjadi (Jakarta), Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, Ferdinand Lumban Tobing, Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad Tamzil, Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan Katjasungkana. Begitu pula dengan Soekarno, walaupun Beliau datang sekali seminggu, tapi tempat ini adalah tempat terbaik untuk berdiskusi tentang politik kebangsaan. Karena sosok Sang Pemilik yang cukup disegani oleh pemerintah kolonial, dan pelajar mendapat jaminan keamanan dari pemilik commensalen Huis.

Wajar jika peran Sie Kong Liong sebagai tokoh besar dibalik layar atas suksesnya Kongres Pemuda yang sangat fundamental. Walaupun perannya tidak dapat kita jumpai dalam berbagai sumber literasi, tapi dari daya pikat tempat kos-kosan yang sangat populer ketika itu sebagai bukti bahwa sosok Beliau yang ramah dan bersahabat dengan pelajar dari berbagai pelosok, dan barang tentu mempunyai peran yang tidak mungkin dapat diuraikan oleh para pemuda saat ini. Karena kemungkinan kehabisan kata dan kalimat untuk mengungkapkan sosok beliau, disamping padatnya kegiatan pemuda saat itu. Sehingga wajar jika peran aktif Beliau luput dari cacatan sejarah Kongres Pemuda, sebagai titik nol pemersatu bangsa.

Keberadaan Commensalen Huis dalam asuhan sosok Sie Kong Liog, merupakan wahana pertemuan berbagai suku dan berbagai kebudayaan nusantara. Sementara itu, penggunaan dan pengembangan budaya nusantara masih terbatas dan terlarang pada masa pemerintah kolonial, namun di Commensalen Huis pergumulan kebudayaan nusantara mulai dikembangkan. Selain di isi oleh pelajar lintas daerah dengan membawa budaya masing-masing, membaur dalam keharmonisan. Pembiasaan hidup dalam pembauran kebudayaan menjadikan tempat ini sebagai wahana pemersatuan budaya nusantara yang melahirkan Budaya Indonesia, akhirnya mereka membangun Indonesia dari tempat ini. Di Commensalen Huis ini pula, diyakini tempat lahir kata Indonesia Raya dan ikrar Persatuan Indonesia dalam bentuk Sumpah Pemuda.

Lagu Indonesia di tulis oleh Muh. Yamin dan digubah oleh WR. Supratman adalah dua sosok yang juga menghuni dan tinggal di rumah ini. Besar kemungkinan kata Indonesia terlahir di tempat ini. Sebagai tempat lahir yang  bersejarah tinggi dan fundamental, tentu tempat ini tergolong kramat (suci). Kekramatannya senantiasa harus terjaga dan terjamin, karenaya segala macam isi dan bentuk bangunan harus selalu terjaga orisinalitasnya. Sehingga wajar bila pemerintah Indonesia menetapkan Commensalen Huis sebagai Meseum Nasional pada 7 Februari 1983 melalui surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 029/O/1983. Urgency ini yang sangat penting mengingat tempat ini memiliki nilai sejarah yang tinggi sebagai tonggak dasar proses awal pembentukan negara.

Proses pembentukan negara selalu diawali dengan ada kesamaan dalam kebersamaan. Negara Kesatuan Republik Indonesia, awalnya dibentuk oleh adanya rasa kesamaan nasib, cita-cita, dan tujuan untuk lepas dari penjajahan kolonial yaitu merdeka. Karenanya kebersamaan dikalangan pemuda terpelajar saat itu sangat solid walaupun mereka berasal dari berbagai suku budaya. Mereka dipertemukan dan disatukan dalam Commensalen Huis oleh Sie Kong Liong, saudagar sederhana dari keturunan Tionghoa. Dialah sang pemiliki kos-kosan modern saat itu dengan harga murah terjangkau dilengkapi fasilitas yang memadai untuk segala kegiatan pelajar saat itu.

Tidak hanya sebagai tempat tinggal, namun tempat ini dijadikan pemuda terpelajar sebagai ajang pertemuan lintas budaya dengan pembasahan utama tentang politik kenegaraan dan kebangsaan. Ditempat ini pula, mereka merajut kebangsaan Indonesia dengan semangat tinggi untuk selalu bersatu dan bersama dalam suka dan duka. Mereka selalu menjaga keharmonisan hubungan diantara mereka, bahkan pemuda pelajar di luar kos-kosan diajak bergabung dan berkumpul di sini. Hingga wajar jika tempat ini menjadi rumah pemuda Indonesia saat itu. Mengingat peranan Commensalen Huis sebagai tempat berkumpulnya pemuda-pemuda Indonesia dalam proses awal pergerakan kebangsaan, tidak berlebihan jika tempat ini kita sebut Rumah Kecil Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline