Lihat ke Halaman Asli

Halim Pratama

manusia biasa yang saling mengingatkan

Perlu Komitmen Bersama Mencegah Radikalisme Dunia Maya

Diperbarui: 10 Agustus 2024   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaum Muda Lawan Radikalisme - jalandamai.org

Menyelesaikan persoalan radikalisme di Indonesia memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Persoalan radikalisme yang ada di Indonesia sudah ada sejak dulu. Sejak era pemberontakan DI/TII karena adanya keinginan untuk membentuk Negara Islam Indonesia (NII). Organisasi inilah yang kemudian melahirkan organisasi radikal seperti Jamaah Islamiyah (JI), yang kemudian aktif melontarkan serangkaian aksi teror ketika itu. Tidak hanya itu, sempalan JI ini juga banyak memunculkan organisasi teror lainnya, seperti Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), hingga Jamaah Anshorut Daulah (JAD).

Tahun kemarin tidak ada aksi bom bunuh diri di Indonesia. Beberapa waktu lalu, JI membubarkan diri dan para petingginya menyatakan kembali ke NKRI. Mereka mengakui Indonesia sebagai negara secara utuh, dan patuh terhadap aturan hukum yang berlaku. Meski demikian, apakah penyebaran radikalisme akan berhenti? Nyatanya tidak. Karena radikalisme terkait dengan pemahaman dan keyakinan. Meski organisasinya bubar, tapi keyakinan tersebut akan tetap ada ketika masih terus diyakini.

Jika kita lihat yang terjadi belakangan, Densus 88 masih terus melakukan penangkapan terduga terorisme. Meski belum sampai melakukan tindak pidana pengeboman, tapi mereka telah merencanakan akan melakukan serangkaian aksi teror. Dan jika kita melihat faktanya, rata-rata pelakunya masih didominasi anak muda. Pelakunya juga masih sering terpapar radikalisme melalui media sosial atau internet. Artinya, jika dilihat dari pola dan target sasaran, masih belum terlalu banyak berubah. Hanya saja yang berubah adalah kelompok radikal ini mulai aktif menggunakan teknologi, untuk menyebarkan propaganda radikalisme.

Dengan mengadopsi teknologi ini, mereka akan semakin sulit terdeteksi, tapi propagandanya bisa terus berjalan. Bahkan belakangan ISIS dikabarkan juga mulai mengadopsi teknologi kecerdasan buatan atau AI, untuk memproduksi konten-konten yang disebarkan di media sosial. Padahal, media sosial semestinya tidak digunakan untuk kepentingan yang tidak baik. Media sosial sosial dibuat untuk memudahkan aktifitas manusia, bukan untuk merusak tatanan kehidupan yang sudah berjalan.

Karena itulah, perlu komitmen dari semua pihak, untuk memutus penyebaran paham radikal di dunia maya. Untuk memutus mata rantai radikalisme, tidak bisa dilakukan secara parsial. Harus dilakukan secara menyeluruh. Dan sebagai generasi penerus, kita semua harus memantapkan diri untuk terus berperang melawan radikalisme. Karena sejatinya perang melawan radikalisme, tidak pernah ada ujungnya.

Komitmen semua pihak diperlukan, agar perlawanan bisa dilakukan secara serentak dan menyeluruh. Ingat, kita semua pernah punya pengalaman bertahun-tahun hidup dalam penjajahan. Untuk bisa lepas dari penjajahan, pola perjuangannya ketika itu dilakukan secara parsial. Ditambah lagi maraknya politik adu domba yang digulirkan penjajah, membuat antar sesama bisa saling curiga dan bunuh. Jika kita melihat konteks sekarang, politik adu domba tersebut berubah menjadi provokasi dan ujaran kebencian. Akibatnya, penyebaran pesan kebencian begitu masif di media sosial. Sementara kita semua yang tingkat literasinya rendah, berpotensi saling menebar kebencian dan terjadi konflik.

Mari kita saling jaga dan mengingatkan. Indonesia adalah negara besar dengan tingkat keberagaman yang tidak ada di negara lain. Akan sangat disayangkan, jika masyarakatnya saling menebar kebencian, hanya karena provokasi. Akan sangat disayangkan jika antar sesama saling melakukan provokasi, demi memperjuangkan hal yang salah. Sekali lagi, mari kita jaga Indonesia dari segala pengaruh buruk. Salam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline