Kata jihad pernah kita dengar ketika masa kemerdekaan. Ketika itu, para santri membantu tantara nasional berjuang melawan penjajah Inggris, yang ingin masuk melalui Surabaya. KH Hasyim Asyri kemudian mengeluarkan resolusi jihad, agar masyarakat berjuang merebut kemerdekaan. Dan hasilnya, Inggris gagal menguasai Surabaya. Peristiwa bersejarah itu kemudian diperingati sebagai hari Pahlawan, setiap tanggal 10 November.
Dalam konteks pandemi covid-19 seperti sekarang ini, meminjam semangat jihad bisa juga diimplementasikan oleh seluruh masyarakat. Semangat jihad harus menjadi gerakan masyarakat yang positif, untuk terus mematuhi protokol kesehatan.
Karena salah satu kunci untuk survive di masa pandemi ini adalah menjalankan protokol kesehatan. Menggunakan masker, disarankan saat ini double masker. Menjaga jarak dan mencuci tangan dengan air yang mengalir.
Kenyataannya, tingkat disiplin masyarakat kita dalam menjalankan protokol kesehatan di masa pandemi ini masih sangat rendah. Indikatornya bisa kita lihat dalam sepekan terakhir ini. Angka kasus positif covid-19 secara harian mencapai diatas 25 ribu orang. Angka ini diprediksi masih akan terus meningkat dalam beberapa minggu kedepan.
Kok bisa? Karena ketika lebaran dan setelahnya, masyarakat banyak yang abai. Larangan mudik tidak diindahkan. Larangan berkerumun tetap tidak diindahkan. Hasilnya, Indonesia memasuki gelombang kedua covid-19.
Lalu kenapa kita perlu berjihad menegakkan protokol di masa pandemi ini? Segala dampak negative yang terjadi akibat covid-19, bisa kita minimalisir dengan protokol kesehatan. Covid telah merusak tatanan kehidupan dan perekonomian semua negara, termasuk Indonesia. Indonesia sampai sekarang masih masuk dalam jurang resesi. Angka pengangguran terus bertambah karena banyak perusahaan tutup dan melakukan pemutusan hubungan kerja.
Sebenarnya, setelah beberapa bulan resesi, pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi yang terpuruk. Daya beli masyarakat kembali menggeliat setelah diguyur dengan berbagai insentif. Namun, semuanya itu terancam gagal dengan adanya gelombang kedua ini. Dan apa penyebabnya?
Karena kita tidak disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Pemerintah sudah menjalankan tugasnya untuk mendapatkan vaksin. Dan menjadi tugas kita semua untuk melakukan vaksin dan mengedepankan prokes dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itulah, diperlukan sebuah komitmen bersama. Karena pandemi tidak hanya membuat ekonomi merana, tapi juga mulai menyerang anak-anak. Tentu kita tidak ingin banyak anak terpapar virus mematikan ini. Tenaga medis mulai kewalahan. Rumah sakit dimana-mana penuh dengan pasien covid-19. Karena itulah, mari kita berkomitmen bersama untuk menekan angka kasus positif harian dengan mengedepankan prokes.
Jangan lagi kita mengisi ruang-ruang isolasi, ruang ICU. Tempat pemakaman pun juga sudah mulai penuh. Dengan abai terhadap prokes, potensi terjadinya kematian massal di depan mata. Berjihad menegakkan prokol kesehatan bukanlah perkara yang sulit, jika kita memang sadar akan bahaya pandemi ini. Semoga kita semua bisa introspeksi. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H