Jangan berprasangka dulu sebelumnya. Bukan berarti saya tidak mau berunjuk rasa. Dalam era demokrasi, unjuk rasa merupakan hal yang lumrah. Bahkan unjuk rasa merupakan bagian dari hak menyampaikan aspirasi yang diatur dalam undang-undang.
Namun, perlu sekedar mengingatkan saja. Gelombang unjuk rasa menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja belakangan ini marak terjadi. Bahkan, diperkirakan akan sering terjadi.
Dari unjuk rasa pertama hingga yang terakhir, berakhir dengan rusuh. Bahkan juga diikuti dengan aksi pembakaran kendaraan dan fasilitas umum. Ironisnya, unjuk rasa yang berakhir rusuh ini terjadi di beberapa kota, tidak hanya di Jakarta.
Penting sekali untuk kembali mengingatkan. Unjuk rasa yang cerdas semestinya tidak berakhir rusuh. Unjuk rasa yang santun semestinya juga tidak berujung pada perusakan atau pembakaran fasilitas publik.
Bahwa semua orang mungkin sudah malas melihat perilaku anggota dewan, itu merupakan suatu hal. Namun, unjuk rasa yang menentang penetakan UU oleh DPR yang berujung pada rusuh, perusakan dan pembakaran, tentu tidak bisa dibenarkan. Karena pada ujungnya kita sendiri yang dirugikan, jika aksi rusuh itu terjadi.
Silahkan berunjuk rasa dengan santun. Ingatlah substansi yang dipersoalkan. Jika unjuk rasa tersebut mempersoalkan pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja, fokuslah pada pasa tersebut. Jangan mau diprovokasi dengan informasi yang berkembang di luar.
Tak dipungkiri, gelombang unjuk rasa ini juga dibarengi dengan gelombang provokasi dan ujaran kebencian di media sosial. Ada saja pihak-pihak tak bertanggung jawab sengaja menyebarluaskan, untuk memprovokasi anak-anak muda.
Beberapa remaja yang dicegah, banyak yang masih duduk di bangku sekolah menengah. Mereka mengaku tidak tahu substansi UU yang dipersoalkan. Mereka mengaku diajak melalui pesan berantai di media sosial.
Satu hal yang perlu disadari adalah, ketika rusuh hal tersebut tidak akan berdiri sendiri. Ada pihak-pihak yang memang menginginkannya. Ada dalangnya.
Namun dibelakang itu semua yang mungkin tidak disadarai oleh banyak pihak, kondisi rusuh ini juga memancing kelompok radikal untuk memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Kok bisa? Karena rusuh itu sendiri merupakan bibit dari radikalisme. Karena ketika terjadi kerusuhan, amarah sudah tidak terkendalikan. Tidak ada lagi rasa saling menghargai, menghormati, apalagi saling memanusiakan antar manusia.