Mungkin banyak yang menyangsikan, kenapa harus mempersoalkan penyebaran khilafah di kampus. Bukankah kampus merupakan tempat untuk mendiskusikan segala hal? Paham apapun, informasi apapun, dan ideologi apapun bisa didiskusikan di kampus. Anggapan ini tentu tidak sepenuhnya salah. Karena kampus memang merupakan tempatnya untuk belajar.
Namun, apapaun yang dibahas, harus mempunyai landasan yang kuat. Harus mempunyai literasi yang kuat. Harus didasarkan pada informasi yang valid, bukan informasi hoaks yang justru menyesatkan. Karena di era kemajuan teknologi yang serba cepat ini, terkadang banyak diantara kita mudah terprovokasi oleh informasi bohong, yang justru dimunculkan untuk menyesatkan. Salah satu isu yang sering menjadi perdebatan adalah komunisme dan khilafah.
Di bulan September ini, hampir semua orang memunculkan isu kebangkitan komunisme. Kelompok radikal dan Islam garis keras, seringkali memunculkan isu ini. Sementara, ada juga yang mempersoalkan tentang diskusi khilfah di kampus, yang seringkali dilakukan oleh kelompok Islam garis keras. Khilafah dan komunisme pada dasarnya merupakan hal yang final bagi Indonesia. Keduanya dilarang dan tidak akan pernah diadopsi di negeri yang sangat majemuk ini.
Lebih baik tak usah memperdebatkan atau mendiskusikan khilafah dan komunisme. Kalau hanya sebatas tahu dengan landasan yang kuat, mungkin tidak masalah. Akan menjadi masalah jika mendiskusikan keduanya tanpa mempunyai landasan informasi yang kuat. Akibatnya, akan mudah sekali diprovokasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Atas nama berjuang di jalan Allah, banyak oknum remaja menyusupkan konsep khilafah di kampus melalui organisasi HTI ketika itu. Akibatnya, banyak anak muda dan kampus yang terpapar paham radikalisme. Hal ini pun banyak dimunculkan dalam kajian berbagai lembaga. Dan ketika itu, banyak sekali anak muda yang bergabung dengan kelompok ISIS, karena terpapar radikalisme di kampus. Selain itu, konsep khilafah yang menawarkan radikalisme itu juga banyak disebarkan melalui dunia maya. Karena itulah menjadi tugas kita bersama, untuk tetap menjadi warga negara Indonesia, yang tidak lupa dengan nilai-nilai kearifan lokal yang telah diajarkan para pendahulu.
Kampus harus menjadi tempat yang netral. Kampus haruslah memberikan pembelajaran yang utuh dan komprehensif. Sehingga para mahasiswa bisa berpikir, dan bisa memutuskan berdasarkan hasil dialektikanya. Kampus juga harus aktif mendorong literasi yang kuat bagi mahasiswa. Harus diciptakan sebuah budaya literasi yang kuat di kalangan generasi muda. Karena kampus merupakan tempat untuk mencetak generasi penerus yang toleran, yang bisa berdampingan dengan keberagaman, yang berpikri terbuka.
Toleransi merupakan keniscayaan. Begitu juga dengan keberagaman yang ada di negeri ini. Karena itulah, mari tetap menjadi generasi penerus yang saling memanusiakan, saling menghargai dan menghormati satu dengan lain. Perbedaan semestinya tidak dipandang sebagai sebuah persoalan. Perbedaan justru harusnya bisa menjadi trigger bagi kita untuk saling mengenal, saling mengerti dan memahami satu dengan yang lain. Salam toleransi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H