Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas. Masing-masing wilayah mempunyai karakternya masing-masing. Geografis setiap daerah pun juga berbeda. Namun, ada juga wilayah yang saling berbeda bukan karena geografisnya, tapi karena kesalahan masyarakatnya yang tidak bisa menghargai alam. Kesalahan masyarakatnya yang serakah dalam membangun gedung-gedung pencakar langit. Akibatnya, ketika cuaca ekstrim, tidak ada keseimbangan. Terjadilah mencana alam seperti longsor dan banjir ketika hujan.
Pekan kemarin, sebagian Jakarta, Jawa Barat dan Banten, dilanda banjir dan longsor. Mari kita berpikir, apakah bencana ini merupakan azab dari Tuhan, atau jangan-jangan karena kelalaian dan keserakahan dari manusia itu sendiri?
Mari kita introspeksi. Jakarta merupakan daerah yang menjadi langganan banjir hampir setiap tahun. Bahkan setiap siklus lima hingga 6 tahunan, Jakarta akan mengalami banjir besar karena cuaca ekstrem. Dan banjir pekan kemarin, merupakan salah satu yang terbesar yang pernah terjadi.
Entah siapa yang memulai, bencana banjir ini tetap tak bisa lepas dari pesan kebencian. Ada pihak yang membenci Anies karena tak mampu melakukan pencegahan.
Namun ada juga pihak yang membenci periode sebelumnya, yang juga tak kalah buruknya dalam mengatasi persoalan banjir. Akibatnya, saling hujat kembali terjadi.
Saling provokasi kembali terjadi. Dan masyarakat yang berada dibawah, lagi-lagi kembali menjadi korban. Tidak hanya korban banjir, tapi juga korban provokasi kebencian oknum tertentu.
Sekarang banjir telah berlalu, tapi masih saja ditemukan pesan-pesan yang berisi caci maki. Padahal, ancaman terjadinya cuaca ekstrem masih mungkin terjadi hingga awal Maret kedepan.
Kenapa kita tidak mengajak masyarakat untuk bergotong royong bangkit dari kesedihan akibat bencana kemarin, dan kembali bangkit untuk mengantisipasi terjadinya banjir kembali. Mari kita tularkan optimisme, jangan pesimisme yang dilandasi kebencian.
Sudahlah, mari kita move on. Pemerintah pusat telah mengambil alih penanganan banjir dan memerintahkan segera merealisasikan program normalisasi sungai ciliwung.
Jangan lagi memperdebatkan normalisasi dan naturalisasi. Toh keduanya sama-sama melebarkan sungai. Mari hilangkan ego. Mari mulai memikirkan kepentingan bersama.
Pelebaran sungai jelas menjadi kenicayaan yang harus dilakukan. Kenapa sungai bisa menyempit? Kenapa bantaran sungai banyak dihuni rumah-rumah? Kenapa masyarakat buang sampai di sungai? Pertanyaan-pertanyaan ini mari kita jadikan introspeksi bersama.