Ada sebuah kisah menarik mengenai diskusi panjang seorang pemuda intelektual bernama Fumitake Toga dengan seorang filsuf cerdas bernama Ichiro Kishimi di Jepang mengenai solusi kehidupan sosial yang lebih baik.
Untuk diketahui, bahwa percakapan Antara Fumitake Toga dan Ichiro Kishimi tersebut dikutip dari sebuah buku yang berjudul "The Courage To Be Dislike" ( Berani Tidak Disukai ) karya mereka berdua.
Singkat cerita, ditengah kondisi sosial yang berantakan, carut marut, dan tidak sehat, pemuda yang bernama Fumitake Koga tersebut berinisiatif untuk mengunjungi suatu daerah menemui seorang tokoh filsuf dan psikologi bernama Ichiro Kishimi yang menurutnya sangat mumpuni dalam bidangnya. Akhirnya merekapun bertemu dan melakukan percakapan yang cukup panjang.
Percakapan yang berlangsung selama beberapa malam tersebut bertempat di ruangan khusus sang filsuf yang dipenuhi oleh buku-buku dan karya-karya penelitian Sosial.
Dalam percakapan tersebut terjadi banyak sekali perdebatan. Pemuda yang tentu masih dalam masa "On Fire" amat menggebu-gebu dalam ber-argumentasi sementara sang filsuf yang "Bijaksana" ber-argument dengan tenang dan intelektual.
Setelah adu argument yang berlangsung cukup alot, sampailah mereka pada suatu kesimpulan awal bahwa dalam kehidupan sosial, jika seseorang ingin tetap "survive" maka diperlukan sebuah pola pikir yang berorientasi pada tujuan kedepan, bukan pada beban masa lampau.
Pengertian ini merupakan makna dari "teleologi" yang dicetuskan oleh seorang pakar psikologi asal Austria Bernama Alfred Adler yang teorinya tersebut banyak di kagumi di negara-negara Eropa dan AS. Menurut KBBI , "teleologi" berarti teori atau ajaran bahwa semua kejadian (setiap gejala) terarah pada suatu tujuan.
Mari kita fokus pada substansi. Jika menggunakan pendekatan sosial, "teleologi" sangat menarik sekali untuk dipelajari dalam kehidupan kekinian yang pada kenyataannya tidak lepas dari problematika yang cukup kompleks. Hal ini dikatakan menarik karena pada hakikatnya manusia itu adalah makhluk sosial yang juga menurut para ahli seperti Max Weber dan Emil Durkheim, manusia merupakan bagian dari objek kajian sosiologi yakni masyarakat.
Maka ketika seseorang atau sekelompok orang sedang berada dalam posisi terbeban oleh masalalu, kajian tentang teleologi ini sangat layak untuk dipelajari.
Teleologi yang digagas oleh Alfred Adler ini berbicara tentang bagaimana seseorang mampu untuk tidak terbebani dengan konflik masalalu karena berdasarkan teorinya, masalalu seharusnya bukanlah sebuah landasan dalam menjalani hidup saat ini melainkan tujuanlah yang menjadi landasannya menuju masa yang akan datang.
Sepintas lalu, masalalu kadangkala memang membuat seseorang berada dalam konflik batin, namun begitu, didalamnya masih ada sebuah pilihan yakni apakah tetap larut tak menemukan arah atau menjalani hidup dengan tujuan yang arahnya jelas. Tentu, jika ingin berada pada perubahan yang lebih baik, seseorang harus memilih melanjutkan hidup dengan tujuan ketimbang larut dalam duka masa lampau yang tak berkesudahan.