Lihat ke Halaman Asli

Munawar Khalil

ASN, Author, Stoa

Ethiopia, Israel, China, dan Sekat Ideologi bagi Indonesia

Diperbarui: 26 Juli 2021   20:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengar rintihan berjuta kepala

waktu lapar menggila

hamparan manusia tunggu mati

nyawa tak ada arti

kering kerontang meradang, entah sampai kapan

datang tikam nurani, selaksa do'a penjuru dunia

mengapa tak rubah bencana, menjerit Afrika mengerang Ethiopia....

Jika anda generasi-X, apa yang ada dalam pikiran anda ketika mendengar salah satu lagu Iwan Fals berjudul Ethiopia pada dekade 80-an di atas? Sebuah lagu menyayat hati yang bercerita tentang kemiskinan, kemunduran, dan kelaparan luar biasa yang melanda salah satu negeri di Afrika tersebut. Bahkan lagu itu juga menggambarkan bagaimana burung-burung bangkai yang berterbangan menunggu mangsa disekitar anak-anak Ethiopia yang menunggu ajal karena kelaparan. 

Sebuah negeri pemeluk agama Nasrani tempat dulu pasukan Nabi Muhammad mendapat perlindungan dari raja Negus (Najasyi) akibat kejaran kaum Qurais, yang sebenarnya menjadi awal sejarah hijrah pertama sebelum hijrah ke Madinah yang lebih kita kenal. Sebelum Ethiopia, pada zaman Nabi negeri ini bernama Habasyah.

Negara ini pasca kelaparan dan perang saudara pada dekade tersebut hampir tidak lagi disorot media dan publik. Mereka seolah tenggelam dalam pusara kemiskinan dan hampir tidak terpikirkan oleh dunia karena isu kemiskinan juga adalah salah satu isu media dan politisasi yang bisa diangkat dalam rangka menimbulkan simpati. Simpati tersebut bisa berupa apa saja, ekonomi, politik, dan solidaritas keagamaan. 

Untuk Ethiopia berbeda, isu kemiskinan mereka pasca hebohnya kelaparan tersebut tidak mendapat simpati yang berujung pada bantuan kemanusiaan berkelanjutan secara masif. Mereka seperti dilupakan, apalagi pasca tragedi itu di Indonesia sendiri mulai masuk paham-paham keagamaan yang keras, eksklusif, kurang toleran terhadap perbedaan, dan lebih berorientasi serta tertarik kepada isu-isu yang melanda suatu negara dengan ideologi yang sama. Sampai sekarang kita masih berkutat pada hal tersebut di atas, tidak bergerak maju, dan tanpa sadar kita telah disalip oleh Ethiopia, negara dengan penduduk 112 juta jiwa dari segi perekonomian. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline