Sejarah perjuangan, tidak hanya diisi oleh para kaum lelaki. Sejak zaman penjajahan, para perempuan-perempuan muda juga berperan sentral dalam melahirkan perubahan sosial. Perempuan-perempuan itu, berjuang dan berpartisipasi dalam dunia pers, menjadi wartawan atau bergabung dalam organisasi-organisasi sosial maupun politik.
Keterlibatan mereka dimulai dari keresahan-keresahan terhadap keadaan bangsanya. Terutama, adanya pemberlakuan politik etis yang dilakukan pihak kolonial Belanda dalam bidang pendidikan. Kaum pribumi perempuan dimarjinalkan, dimana keseharian mereka hanya mengisi kegiatan dapur. Dalam kondisi ini, banyak perempuan yang buta huruf, tidak pandai menulis dan membaca. Mereka buta akan keadaan, dan tak tahu apa yang sedang dialami oleh bangsanya.
Tahun 1912, lahirlah organisasi perempuan pertama, yang bernama Putri Mardika. Organisasi ini didirikan oleh P.A Sabarudin, R.A Sutinah Joyopranoto, R.R Rukmini dan Sadikun Tondokukumo. Putri Mardika merupakan organisasi bagian dari Budi Utomo yang bertujuan untuk memberikan bantuan berupa bimbingan dan pengetahuan kepada perempuan-perempuan pribumi dalam menuntut pelajaran.
Kelahiran organisasi perempuan tidak hanya berhenti sampai disitu. Setelah Putri Mardika, lahirlah organisasi-organisasi sosial dan politik lainnya, yang dijadikan sebagai wadah perjuangan dalam melakukan perubahan. Selain itu, para perempuan muda juga ikut berjuang lewat pers, dengan menuangkan pemikiran lewat tulisan.
Semua itu lahir berawal dari pergumulan akan keadaan bangsa. Mereka prihatin dan resah. Mereka memasuki rimba raya kebodohan warga bangsa akibat penjajahan kolonialis. Wanita-wanita muda, kemudian membangun kepedulian terhadap kaumnya dengan mendirikan sekolah-sekolah pendidikan dan kerajinan lainnya. Mereka berpartisipasi dengan konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai perempuan.
Kita mengenal kegigihan Rohana Koedoes, pemimpin surat kabar Perempuan Bergerak, yang sebelumnya tahun 1919 dipimpin oleh Parada Harahap. Perempuan Bergerak menjadi surat kabar perempuan pertama di kota Medan, sejak 1919. Apa yang menjadi tujuan surat kabar ini adalah mengangkat derajat kaum perempuan untuk berperan aktif dalam kemajuan zaman. Selain itu, surat kabar Perempuan Bergerak mendorong agar kaum perempuan untuk hidup setara, demokratis, tidak di diskriminatif dan tidak subordinatif.
Perempuan muda lainnya yang juga berjuang dalam bidang pers dan politik adalah S.K. Tarimurti. Ia adalah sosok yang melegenda dalam dunia jurnalistik Indonesia. Dengan sikap kepedulianya terhadap masyarakat, ia berani mengkritik pemerintahan kolonial Belanda dengan tulisan-tulisannya lewat berbagai majalah.
Watak keras kepala dan keberanian SK Trimurti seperti yang ditulis di Koran Suluh Indonesia, sudah terlihat sejak masih remaja. Tulisannya yang berisi tentang perjuangan dan kemerdekaan, menyebabkan ia ditangkap dan dipenjarah penjajah kolonial belanda pada tahun 1934. Tidak hanya sampai disitu, ia menjalani hidup di bui sampai tahun 1943 karena idealisme dan karya-karya jurnalistiknya.
Namun, apakah hal itu dapat membuatnya jera? Tentu tidak.
SK Tarimurti selain tetap aktif di pers, ia kemudian memilih jalur perjuangannya lewat dunia politik dan masuk sebagai kader Partindo di Bandung. Ia masuk menjadi kader Partindo bersama Wikana, Sukarni dan Asmara Hadi dibawah pimpinan Soekarno. Disnilah ia memulai aktivitas-aktivitas politiknya.
Dengan luasnya persahabat dan perkenalan sesama aktivis, ia kemudian masuk dalam Gabungan Serikat Buruh Partikelir Indonesia (GASPI), Barisan Buruh Indonesia (BBI), Buruh Wanita Indonesia, Partai Buruh Indonesia (PBI) dan juga membidani lahirnya Gerakan Wanita Indonesia Sedar (Gerwis).