Lihat ke Halaman Asli

Abdul Hakim El Hamidy

Penulis, Konsultan Penerbitan, Trainer, dan Motivator

Menulis Bukan Bakat

Diperbarui: 27 Juli 2022   16:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Pernahkah Anda berkata, "Ah, saya sudah mencoba menulis, tapi selalu mentok. Kayaknya saya memang nggak berbakat menjadi menulis."

Kalau Anda pernah berkata dan berpikir seperti ini, berarti Anda sama dengan saya yang dulu. Tapi itu dulu. Sekarang tidak.

Saya ingin menceritakan pengalaman seseorang. Anda ingin mendengar atau membacanya? Silakan perhatikan paragraf demi paragraf tulisan berikut.

Ia bisa dikatakan seorang yang "tidak memiliki bakat" menulis. Bahkan, tak pernah sekali pun ikut pelatihan menulis. Baginya, menulis merupakan dunia baru.  Ia dulu dikenal sebagai orator ketika di pesantrennya.

Saat kuliah di STAIN Batusangkar, Sumatera Barat, keinginannya menulis mulai tumbuh. Hal itu berawal dari kebiasaannya membuat makalah, sebagai bagian dari tugas kuliahnya. Juga seringnya ia membaca buku-buku karya HAMKA. Ia berpikir, Buya HAMKA saja yang tidak kuliah atau mengecap bangku sekolah formal dapat menulis ratusan buku yang mengguncang dunia.

Di kamar surau yang ia tempati, dengan mesin tik barunya, ia mulai memainkan jari-jari. Ia mencoba mengeluarkan apa yang di pikiran dan menuangkan apa yang dirasakannya. Gagal. Baru satu paragraf, ia mengalami kebuntuan. Ia nyaris menyerah, "Ah sepertinya saya tidak berbakat menulis," pikirnya ketika itu.

Namun, ia yang dikenal kareh hati (memiliki tekad yang kuat) tidak mau menyerah. Ia keluar sejenak untuk merefresh sembari menstimulasi ide. Melihat aliran sungai di samping surau, memandangi hijaunya persawahan. Lalu, ia kembali masuk kamar.

Ia duduk di depan mesin tik. Ia berlatih kembali untuk menuangkan ide. Walaupun terasa sulit, satu dua kalimat pun dapat ia tuangkan. Hal itu ia lakukan selama tiga hari. Dalam tiga hari ia hanya dapat menyelesaikan satu halaman kuarto.

Bukan main bahagianya. Menyelesaikan satu halaman dalam tiga hari seperti memenangkan peperangan mengalahkan kebuntuan.

Demikianlah latihan menulis itu ia lakukan setiap hari. Agar memudahkan dirinya, ia mencoba menyusun untaian kata hikmah dari para sahabat, para ulama, dan para tokoh. Akhirnya, tuntaslah buku ukuran A5, setebal 54 halaman. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline