Lihat ke Halaman Asli

Abdul Hakim El Hamidy

Penulis, Konsultan Penerbitan, Trainer, dan Motivator

Pesawat, Zikir, Detik-detik Kematian, dan Kebesaran Tuhan

Diperbarui: 25 Juli 2022   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah dua hari berbagi inspirasi di Palu Sulawesi Tengah (SMKN 2 Palu dan Universitas Alkhairaat (UNISA), pagi 1 Januari 2013, saya terbang ke Jakarta menuju Bandung.

Pesawat Transit di Bandara Sultan Hasanudin Makassar, Sulawesi Selatan. Saat berangkat dari Bandara Mutiara Palu, cuaca dalam keadaan cerah.

Melayang di angkasa menikmati kebesaran Ilahi. Namun, sekitar 15 menitan jelang mendarat di Bandara Sultan Hasanudin, tiba-tiba pesawat goyang seperti berada di jalanan yang rusak dan terjal. Suasana ini dirasakan oleh saya dan para penumpang lainnya selama hampir 15 menit-an itu. Semakin kuat goncangan pesawat itu, seolah-olah mau jatuh saja dari angkasa.

Kondisi ini membuat para penumpang panik. Saya sendiri hanya bisa menggerakkan bibir mengucap "hasbiyallah..." dan zikir-zikir lainnya. Mata saya terpejam. Anak-anak memekik, ibu-ibu sebagian saya lihat pucat penuh kepasrahan dan saya lihat air matanya keluar.

Selama bertahun-tahun naik pesawat, inilah suasana yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Goncangan pesawat yang serasa oleng mau jatuh itu, sudah cukup mengingatkan saya akan detik-detik kematian. Saya sudah menyerahkan segala urusan pada-Nya, andaikata ini adalah akhir hidup saya, saya berharap Allah mengampuni dosa-dosa saya dan saya bisa meninggal dalam keadaan mengucap asma-Nya. Zikir dan istighfar pun tak henti-hentinya melompat dari bibirku. Walau dalam tawakkal, saya tetap menumbuhkan spirit hidup. Saya membayangkan, bahwa tugas saya masih banyak. Saya merasa bahwa hidup belum memberi banyak manfaat.

Semakin kuat zikir, semakin kuat spirit untuk hidup. Saya melihat ke sebelah saya, sepasang suami istri. Sang istri menggendong anak berusia 2 bulan. Uniknya, anak itu tertidur dengan pulas seperti tak ada masalah. Sedangkan kedua orang tuanya memejamkan matanya sambil berzikir sepertiku.

Anehnya, tidak ada pemberitahuan dari pihak pesawat tersebut. Hal ini barangkali yang membuat penumpang tiba-tiba shock dengan suasana ini, karena tidak ada informasi sebelumnya.

15 menit, dalam suasana yang cukup mencekam. Alhamdulillah pesawat bisa mendarat dengan selamat. Saya keluar dari pesawat sambil mengucap syukur. Ternyata Allah masih memberi jatah usia kepada saya.

Saya turun untuk melapor. Karena akan melakukan penerbangan selanjutnya ke Jakarta.

Setelah beristirahat beberapa saat, saya dan penumpang lainnya dihimbau untuk naik pesawat. Saya naik pesawat kembali. 2 jam lebih kurang lagi saya harus menempuh perjalanan menuju Jakarta.

Pesawat pun mulai terbang dalam keadaan langit diguyur hujan. Saya sudah memasrahkan segala urusan kepada Allah. Saya berdoa sepenuh jiwa, berzikir sepenuh hati. Kejadian beberapa saat lalu masih terekam jelas dalam ingatan. Saya berpikir, "Apakah saya akan selamat mendarat sampai Jakarta atau tidak?" Namun, dibalik pemikiran ini, ada nuansa indah yang luar biasa. Saya benar-benar bisa total berdoa dan berzikir. Pihak pesawat pun mengumumkan, bahwa cuaca dalam keadaan kurang baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline