Lihat ke Halaman Asli

Jokowi dan Tanggung Jawab Presiden

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada perkembangan tren pemikiran di kalangan sebagian kita, terutama pengamat politik, bahwa apa yang terjadi di perpolitikan Indonesia disebabkan fakta bahwa Presiden Jokowi, yang berasal dari Solo, berada di bawah bayang-bayang Megawati dan Surya Paloh. Tidak lupa disebutkan juga bahwa Jokowi tersandera parpol koalisi pendukung. Jadi ini cukup menjelaskan kepada kita dan anak cucu kita kelak bahwa ketika Presiden Jokowi melakukan kesalahan-kesalahan (kebijakan), dia melakukannya karena fakta-fakta di atas dan faktor sosiologis yang membuat sesuatu itu terjadi.

Nama Megawati dan Surya Paloh paling sering dikutip, walau nama-nama lain kadangkala disebutkan juga, untuk menerangkan mengapa Presiden Jokowi melakukan kesalahan. Kadang masyarakat dan budaya tidak lepas dari telaahan para pengamat. Secara umum, ada banyak kandidat di lingkungan presiden yang bisa "ditimpakan" atas apa yang presiden kerjakan dan beliau cenderung bebas dari tuduhan atau dinyatakan tidak bersalah melalui penjelasan-penjelasan macam di atas.

Akhirnya tanggung jawab yang melekat pada presiden menjadi terlepas atas apa yang ia lakukan, baik itu yang baik maupun yang buruk. Analisa ini menggambarkan perilaku Jokowi harus dimengerti tidak lebih seperti kita memahami cara bola bilyar bekerja, didorong oleh kekuatan lain yang mengharuskannya bergerak sesuai gerakannya. Observasi ini susah terbantahkan manakala sang presiden tidak pernah menyatakan bahwa ia bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya. Semisal ketika penunjukkan calon Kapolri, Jokowi berkilah bahwa ia hanya mengikuti rekomendasi Kompolnas (tanpa keleluasaan seorang presiden) sampai perlu ia membawa surat rekomendasi tersebut, dan juga kasus-kasus lainnya di mana ia kadangkala menyatakan bahwa itu bukan urusannya.

Dengan kata lain, Jokowi sendiri juga menyokong anggapan sebagian pengamat bahwa tindakannya terbawa dorongan-dorongan kekuatan di sekitarnya sedemikian rupa hingga ia tidak mempunyai hubungan langsung oleh akibat atas perilakunya. Benar bahwa beliau dalam posisi sulit, tetapi sebagai seorang presiden hampir tidak pernah ia menunjukkan kesan bahwa ia mengerjakan sesuatu atas kehendak dirinya sendiri. Ini membuat kebijakan-kebijakan presiden mengurus negara menjadi tidak masuk akal.

Betapapun, presiden terkesan menanggalkan gagasan dasar dari moralitas dan legalitas di sini. Bagaimana mungkin seseorang yang digerakkan oleh kekuatan lain dapat dikatakan secara moral ia benar, atau secara moral ia salah, karena moralitas mengasumsikan bahwa seseorang melakukan sesuatu atas pilihannya sendiri. Lebih parah lagi, bagaimana kita menilai kebenaran ucapannya bilamana yang dikatakannya hal-hal yang sekedar harus diucapkannya, terlepas bahwa itu benar atau salah. Bila tren pemikiran para pengamat ini dianggap benar bahwa Presiden Jokowi berada di bawah bayang-bayang Megawati dan Surya Paloh dan tersandera koalisi parpol, maka tidak ada cara untuk menilai walau secara independenpun atas kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi. Kalau sudah begini, segala evaluasi mengenai 100 hari kinerja Presiden Jokowi akan menjadi omong kosong belaka bila kita coba untuk melakukannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline