Ibu saya yang seorang guru kelas 4 di sebuah SD di daerah Lebak Bulus ini sering kali pulang dengan membawa cerita lucu tentang muridnya disekolah, sehingga tak jarang membuat kami sekeluarga tertawa terbahak-bahak bahkan sesekali keluar kata-kata ‘pamungkas’seperti ‘dodol’, ‘bedon’ dll. Tujuannya bukan untuk mencela kelakuan mereka, namunlebih sebagai ekspresi lain selain tertawa karena saking gelinya mendengarkan cerita Ibu tersebut. Di tahun ajaran yang baru ini, tentu Ibu memiliki murid-murid yang baru juga, yakni siswa kelas 3 yang sekarang naik ke-kelas 4. Sudah hampir 3 minggu kegiatan belajar mengajar berjalan dan dimulailah cerita-cerita baru mengenai kelas 4 yang sekarang, kelasnya si Ibu Markhamah.
Cerita kali ini tidak membuat saya mengeluarkan kata-kata ‘pamungkas’ seperti diatas, tapi justru membuat kami sekeluarga kagum dan membuat saya semakin memandang indah sebuah perbedaan.
Seperti hari-hari sebelumnya Ibu saya membiasakan murid-muridnya yang muslim untuk solat Dzuhur berjamaah di sekolah, karena waktu pulang sekolah mereka hingga jam 2 siang, maka setiap hari saat istirahat ke-2 yang bertepatan dengan waktu solat Dzuhur, mereka akan melaksanakan ibadah tersebut di sekolah. Dari hampir 45 murid yang ibu saya ajar, 4 diantaranya beragama Kristen, tentu saja mereka tidak mengikuti ibadah yang sama seperti teman-teman muslimnya lakukan. Nah ini bagian ‘manis’nya. Sebut saja ia Ama. Ama beragama Kristen, setiap hari Ibunya membawakannya bekal makanan. Waktu kelas 3 dulu, dimana sekolah mereka masih masuk 6 hari dalam seminggu dan waktu sekolah hanya sampai jam 12 siang, Ibunya hanya membawakan bekal 1 porsi, artinya hanya untuk 1x istirahat. Sekarang Ama naik ke kelas 4, dan sekolah mereka sekarang masuk 5 hari dalam seminggu, maka jam pelajaran pun dipadatkan menjadi lebih panjang karena hari Sabtu mereka libur. Karena jam pelajaran yang lebih panjang itu, Ibunya membawakan Ama 2 porsi bekal untuk 2x istirahat. Menurut ibu saya, Ama ini adalah anak yang lucu, gemuk, dan termasuk pintar dikelas. Sudah seminggu terakhir ini Ama selalu menghabiskan bekal ke-2 nya didalam kelas saat istirahat ke-2, dimana teman-teman muslim lainnya melaksanakan sholat Dzuhur. Tadi, saat semua murid sekelas turun, Ama menghampiri ibu saya dan berbincang. Kira-kira seperti ini,
“Bu guru aku disini aja ya, aku ngga turun”,
ibu saya pun bertanya, “kamu ngga jajan? dibawain bekal kan sama bunda?”.
Ama mengangguk, ”Aku jagain tas temen-temenku aja ya bu guru disini,” tambahnya.
“ngga papa?”, tanya ibu saya lagi
Ama menjawab “ngga papa kemarin juga aku disini”
“yaudah, bu guru turun solat dulu ya, nanti kalo kamu bosen dikelas, kamu main keluar juga ngga papa, pintunya ditutup ya”, begitu jawab ibu saya.
Turunlah ibu saya menyusul murid lainnya yang sudah lebih dulu menuju mushola. setelah selesai solat, ibu saya bersama beberapa murid perempuan naik lagi kekelas untuk menyimpan alat solat yang baru saja mereka kenakan, dan yang didapati ibu saya adalah si Ama yang sedang tidur-tiduran santai dibawah papan tulis (dibawah papan tulis ada sebuah box panjang yang biasanya menjadi pijakan saat menulis dipapan tulis) sambil menjaga tas teman-teman sekelasnya yang tadi solat. Terdengar juga senandung santai dari mulut Ama saat itu. Ibu saya pun kaget, kaget karena anak ini hanya sendiri dikelas dan dengan ikhlas serta hati yang gembira ia rela menjaga tas teman-temannya yang sedang melaksanakan solat. Ibu saya bertanya kepada Ama,
“bekalnya udah dimakan?”
Ama pun menjawab dengan gaya khas anak-anaknya dan masih sambil tidur-tiduran,
“udah bu guruuu... ”.
Setelah itu Ama bangun dan menghampiri ibu saya lalu berjalan bersama menuju meja guru sambil mengobrol tentang keluarganya, tidak seperti guru dengan muridnya tetapi lebih seperti layaknya dua sahabat yang sedang bercerita. ibu saya pun mendengarkan dengan antusias cerita Ama sambil sesekali bercanda dengan murid yang lain.
Tanpa sadar perilaku Ama tersebut membuat saya berpikir bahwa dia telah memberikan contoh bagi mereka yang masih menganggap perbedaan, khususnya agama sebagai sumber permusuhan. Saya yang beragama muslim juga memiliki banyak teman dari berbagai macam agama, kami bermain bersama tanpa ada batasan karena kami berbeda keyakinan. Bahkan, Henny salah satu teman yang beragama Kristen protestan dulu pas jaman kelas 3 SMA (dimana mendadak mushola menjadi rame oleh murid-mirid yang rajin solat dhuha minta diberikan kemudahan dan kelulusan karena UN yang semakin dekat) sering sekali mengingatkan kami untuk solat dhuha saat istirahat pertama berlangsung bahkan pernah ia memesankan makanan kami kepada penjual dikantin saat kami solat, sehingga selesai solat dhuha pesanan kami sudah siap dan kami tinggal menyantapnya hehe.
Tanpa sengaja, Ama telah mengajarkan kita untuk bertoleransi dan saling menjaga antar umat beragama, ia telah mengamalkan pancasila dan pelajaran PPKN dari bab “saling menghormati dan tolong menolong antar umat beragama”. Bab turun temurun yang sama juga diajarkan pada saat saya SD dulu. Disaat banyak kalangan yang mengganggap perbedaan agama sebagai garis keras, bentuk permusuhan atau dalih lain yang tujuannya menyebarkan kebencian dan perpecahan, Ama justru memberikan contoh nyata, bahwa hanya dengan berada seorang diri dikelas sambil bernyanyi dan tidur-tiduran santai, ia bisa menjaga tas teman-temannya yang berbeda keyakinan saat sedang melaksanakan ibadah. Nalar dikepalanya berjalan dengan baik, Ia menjadi pahlawan bagi teman-temannya yang sedang melaksanakan solat dengan menjaga tas-tas mereka, dia juga berani mengambil resiko apabila sesuatu hal buruk terjadi saat teman-temannya melaksanakan ibadah (bisa aja kan kalau kebetulan ada kehilangan dia yang dituduh). Namun karena yang dilakukan Ama adalah sesuatu yang mulia, Alhamdulillah kelas menjadi aman dan semua tas dan isinya tidak ada yang hilang. Ama memilih untuk tidak ikut bermain dengan anak-anak lain yang juga kebetulan tidak melaksanakan ibadah solat Dzuhur. Entah mengapa mendegar cerita tersebut saya merasa perbuatan Ama ini manis sekali, semanis jika kita tidak lagi mempermasalahkan perbedaan yang ada di bumi, apapun itu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H