Lihat ke Halaman Asli

Mencari Sosok Mahasiswa Ideal

Diperbarui: 1 Februari 2017   22:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://sasahub.com/

Halo kawan kawan tulisan ini ditujukan untuk mahasiswa tingkat awal dan siswa siswa yang menamai diri mereka calon mahasiswa. Jadi kalau pembaca yang terhormat bukan keduanya sebaiknya tidak dilanjutkan membaca, takut tidak worth it J. Di sini saya akan menceritakan pencarian jati diri seorang mahasiswa ideal. Tujuannya supaya tidak lagi banyak mahasiswa baru yang merasa gagal seperti yang penulis rasakan.

Sebagai mahasiswa di awal awal masuk pasti akan disambut oleh perhelatan kaderisasi akbar di kampus masing masing. Di sini pasti kawan kawan akan dicekoki dengan berbagai dogma salah satunya mahasiswa adalah agent of change. Tak dapat dipungkiri memang karena sejarah mengatakan begitu terbukti dari lahirnya reformasi karena hasil udunan tenaga mahasiswa. 

Kemudian dalam keberjalanannya setelah menjadi mahasiswa setiap jurusan pun mengharapkan outcome dari jurusannya dapat menjadi pembeda merubah lingkungannya menjadi lebih baik. Akan tetapi, apakah benar semua mahasiswa bisa menjadi agent of change? Jawaban yang bisa penulis sampaikan hingga saat ini adalah tergantung, tergantung dari apakah mahasiswa itu bisa merubah dirinya selama menjadi mahasiswa menuju agent of change.

Dunia kampus adalah dunia penuh dengan pilihan. Kamu bisa jadi apapun yang kamu mau. Terlebih bagi mahasiswa perantau yang sudah tidak lagi satu atap (sementara) dengan orang tuanya, pasti akan lebih bebas dalam menentukan pilihannya. Untuk itu di sini penulis ingin mencoba menawarkan sosok sosok mahasiswa ideal yang penulis lihat selama di kampus. Kawan kawan bisa memilih, mengombinasikan, menghilangkan, menyisipkan silahkan. Karena sejatinya ideal bagi setiap orang berbeda beda. Supaya tidak salah pilih, sebagai mahasiswa bau (red : baru) penulis menyarankan supaya kepolah sekepo keponya kawan kawan. Kepo ke kakak tingkat (kemudian disingkat kating), alumni, bahkan dosen, dan tak lupa minta restu kedua orang tua. Dengan pilihan tepat dan tindakan yang benar jalan menuju agent of change (positif tentunya) akan terbuka lebar.

1. Mahasiswa Akademisi yang Prestatif, kalau kamu ingin menjadi peneliti, dosen, atau semacamnya tentulah kamu harus punya prestasi dan nilai akademik yang mumpuni. Di sini kawan kawan juga bisa memfokuskan diri dalam memaknai prestasi itu sendiri. Bisa dengan semata mata IPK yang tinggi, ikut berbagai macam lomba, ikut penelitian dan seminar seminar ilmiah, atau bahkan exchange keliling luar negeri. Saran untuk dikepoi diantaranya mahasiswa berprestasi (jurusan, fakultas, dan kampus), mahasiswa langganan juara lomba (PKM, onmipa, osn-pti, robotika, atau non akademik lainnya), mahasiswa tempat tujuan exchange teman teman, alumni, dan dosen. 

Untuk menjadi akademisi yang prestatif teman teman juga perlu memerhatikan mau ambil berapa sks setiap semesternya, berapa kali mengambil semester pendek (kalau di itb agak susah sih), supaya tetap lulus tepat waktu juga apabila ada tawaran exchange selama satu semester atau bahkan satu tahun. Jangan harap di kampus untuk berprestasi bisa semudah saat SMP/SMA. Kalau mungkin ketika SMA, sekolahlah yang mendorong kita untuk mengikuti suatu lomba, di kuliah dosen tidak akan care dengan prestasi kawan kawan. Ya mungkin akan care kalau kawan kawan udah juara :p. Jadi jangan jumawa ketika IPK sudah tinggi lalu menunggu panggilan dosen untuk diikutkan suatu lomba. So, salah satu quotes menarik untuk bagian ini adalah prestasi itu diraih bukan didapat J.

2. Mahasiswa Aktivis, kalau kamu lebih tertarik untuk membangun relasi dan belajar memimpin sebuah kelompok tidak ada salahnya untuk terjun sebagai mahasiswa aktivis. Aktivitas dikampus sehingga kamu dicap sebagai aktivis sangatlah banyak. Mulai dari Kepanitiaan di Kampus (kalau di ITB ada Wisuda, AMI, OSKM/Integrasi, Gebrak Ganesha dll), Unit Kegiatan Mahasiswa (which is di ITB ada sampai 80an Unit), Himpunan Mahasiswa Jurusan, BEM Fakultas, MWA Wakil Mahasiswa, dan BEM tingkat Kampus. Selain itu banyak juga mahasiswa yang menggeluti bidang pengabdian masyarakat biasanya dalam bentuk Social Preneur, Gerakan Gerakan, Pengajar Relawan, atau yang benar benar membangun desa seperti KKN. Yang terkadang memberatkan bagi mahasiswa aktivis ini adalah naluri coba coba. 

Semua aktivitas diikutkan sampai membuat lupa kelas, lupa istirahat, lupa makan, sama mungkin lupa si dia *lah. Saran saya sebelum masuk ke setiap ranah tanyakan dulu ke kating kating yang mungkin memang sudah terjun di ranah tersebut. Coba tarik kelebihan dan kekurangannya kalau beraktivitas di sana lalu pertimbangkan juga dengan tujuan bermahasiswa masing masing. 

Sungguh kontraproduktif apabila kawan kawan malah mencoba semua dengan alasan penasaran. Lebih baik tanyakan saja rasa penasaran tersebut ke mereka mereka yang sudah ada di sana. Penulis menyarankan cukup memfokuskan 1 atau 2 kegiatan di luar akademik, silahkan kawan kawan pilih mau memilih semuanya namun menggilir di tiap semester atau memang fokus di satu ranah sejak semester awal. Lalu kalau sudah menemukan wadah yang tepat pertimbangkan kesibukan yang ada dengan kesibukan akademik. 

Di sini kawan kawan dilatih untuk bijak. Tidak di setiap waktu akademik selalu jadi nomor satu. Bisa jadi di rentang waktu tertentu di tempat teman teman beraktivitas akan terjadi bencana tsunami kalau teman teman malah mementingkan akademik (di luar waktu UTS sama UAS tentunya :p). Bijaklah akan setiap amanah dan tanggung jawab yang kawan kawan emban. Lalu yang kedua, proyeksikan kawan kawan akan menjadi apa di tempat teman teman beraktivitas. Kalau ingin menjadi Presiden BEM kampus, kepo kepo lah track record Presiden Presiden terdahulu. Supaya siap melanjutkan si dia *lah dia lagi*. Karena di setiap posisi menjanjikan pembelajaran yang berharga dan juga memusingkan kepala (kudu kepo2 juga paitnya :p).

3. Mahasiswa Pebisnis, nah ini buat kawan kawan yang punya niatan untuk mandiri sedari masih mahasiswa. Mungkin banyak dari kita ingin mandiri tapi tidak tahu darimana memulai usaha. Saran penulis untuk kasus seperti itu, cobalah untuk menjadi reseller dari dagangan orang lain. Kalau di ITB (punteun ya contohnya kampus sendiri terus, karena gk tau kondisi kampus lain), banyak mahasiswa yang berjualan donat, risol cocol, nasi kuning, atau pisang cool. Mungkin awalnya hanya untuk kegiatan danus saja (dana usaha). Namun, dari sini kita dilatih untuk memunculkan sense of business kita. Dari sini juga kita jadi ada relasi dengan pedagang aslinya tentunya. Sedikit banyak contoh mahasiswa yang berhasil di bidang bisnis seperti usaha makanan, usaha konveksi, usaha cetak buku, dan lain sebagainya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline