Undangan datang. Aku bimbang. Bukan bimbang karena aku harus pergi sendiri, atau bimbang dengan pekerjaan yang aku jalani sekarang ini atau juga bimbang dengan penampilanku kini. Aku tidak pernah bimbang dengan semua yang ada dalam hidupku kini. Aku sangat bahagia menjalaninya. Aku hanya bimbang dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan teman-temanku nanti. Sudah nikah? Punya anak berapa? Suamimu mana? Dan pertanyaan-pertanyaan gak penting lainnnya. Maklum saja, di usiaku yang 27 tahun ini aku masih lajang. Tidak seperti teman-temanku lainnya yang sudah menikah dan mempunyai anak. Untuk menghindari semua itu lah kini aku menjadi bimbang, antara datang atau tidak ke acara temu alumni itu.
“Kita datang ya, sayang,” ucap Dino padaku.
“Kita?” tanyaku balik tak percaya.
“Iya, nanti aku temani kamu pergi ke acara itu.”
“Serius?” tanyaku meminta kepastian.
Anggukan kepalanya sudah cukup bagiku sebagai jawaban atas pertanyaan tadi. Aku merasa bahagia setengah mati. Akhirnya Dino punya waktu juga untuk menemaniku. Jadi aku tidak perlu bimbang dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan datang nanti, karena aku sudah punya jawabannya. Tentu karena ada Dino yang menemaniku, yang akan aku perkenalkan kepada semuanya sebagai calon suamiku. Sehingga pertanyaan-pertanyaan gak penting itu tidak akan aku dengar lagi karena sebentar lagi aku akan menikah dan punya anak seperti mereka.
Aku dan Dino sudah bertunangan 4 bulan yang lalu. Dan 4 bulan yang akan datang akan menjadi waktu yang tepat bagi aku dan Dino untuk menjalani ikatan suci sebuah pernikahan. Pekerjaan Dino sebagai tenaga teknisi di sebuah perusahaan pertambangan mengharuskan Bino untuk tinggal di daerah yang dekat dengan lokasi pertambangan, di daerah terpencil yang jauh dari keramaian. Pekerjaan yang membuat aku tidak bisa selalu bersamanya. Aku di kota, sementara Bino di daerah. Hubungan jarak jauh terpaksa kami jalani. Saat weekend baru Dino punya kesempatan untuk bertemu dengan aku. Itu pun tidak semua waktunya dihabiskan bersamaku. Aku harus berbagi dengan keluarga Dino yang tentu juga mengharapkan kehadirannya.
Aku pernah meminta Dino untuk menemaniku ke pesta pernikahan temanku. Tapi dengan dalih lelah dan ingin istirahat, Dino menolak permintaan itu. Aku hanya bisa memaklumi alasan itu karena waktu Dino untuk berlibur sangat terbatas. Kalau boleh jujur, sesungguhnya di dalam hatiku yang paling dalam, aku ingin sekali Dino menemaniku. Aku pernah memaksanya untuk menemaniku pergi ke suatu acara. Bukannya berhasil malah ujung-ujungnya kami berdua menjadi ribut dan membuat hubungan aku dan Dino sedikit renggang. Sejak saat itulah aku tidak pernah lagi meminta atau memaksa Dino untuk menemani aku. Aku hanya butuh kesadaran Dino saja untuk menemaniku.
Terkadang aku iri melihat orang-orang yang datang ke suatu acara bersama kekasihnya. Aku juga merindukan hal seperti itu. Tapi keadaanlah yang membuat aku tidak bisa seperti mereka. Aku harus menerimanya. Dino juga manusia yang tak sempurna. Cintaku padanya lah yang membuat Dino menjadi sosok yang begitu sempurna untuk menjadi calon suamiku kelak. Dan aku harus bisa menerima semua kelebihan dan kekurangan Dino. Aku akan menerima Dino apa adanya.
***
Jam sembilan pagi aku sudah siap sedia tinggal menunggu Dino menjemputku. Handphone berdering, sebuah panggilan dari Dino.
“Hallo sayang, kamu dimana sekarang?” tanyaku padanya.
“Aku masih di rumah. Maaf aku gak bisa nemenin kamu ke acara itu. Ada panggilan mendadak dari kantor dan aku harus segera kesana. Maaf ya sayang,” jawab Dino merasa bersalah.
Jujur aku sangat kecewa dengan semua ini. Harapanku untuk pergi bersamanya dan mengenalkan pada teman-temanku pupus sudah. Aku terlalu banyak berharap padanya. Mungkin lain kali aku tidak akan pernah berharap banyak lagi kepada Dino untuk menemaniku ke suatu acara, batinku menenangkan diri. Aku tidak ingin kecewa lagi untuk kesekian kalinya.
Dengan setengah hati terpaksa aku pergi ke acara itu. Aku sudah konfirmasi ke teman-teman yang lain kalau aku pasti datang. Aku tidak ingin membuat mereka kecewa dengan ketidakhadiranku di acara itu, cukup aku yang dikecewakan Dino. Aku tahu bagaimana rasanya kecewa, jadi aku tidak ingin membuat orang lain kecewa. Cukup aku saja.
Aku kini sudah sampai di gerbang sekolah, tempat dimana acara dilaksanakan. Berat rasanya kaki ini melangkah memasuki gedung sekolahku. Pertanyaan-pertanyaan yang membuat aku sedikit bimbang tiba-tiba berkelebat memenuhi benakku. Pikiranku jadi kacau.
“Sendirian?” sebuah pertanyaan mampir ke telingaku. Aku menoleh dan mendapati seorang pria tampan berdiri disampingku.
Aku yang masih bingung dengan diriku sendiri jadi bertambah bingung dengan kehadiran pria tampan yang menyapaku ini. Aku hanya bisa menjawab, “Iya…”
“Kamu Ratna kan?” tanya pria itu antusias begitu melihat wajahku.
“Iya, kamu?” tanyaku penasaran.
“Aku Randy, teman sekelas kamu dulu. Kamu masih ingat?”
Randy. Hanya ada satu nama di kelasku dulu yang bernama Randy, Randy Hutama tepatnya. Teman satu kelasku yang terkenal tampan dan pintar. Lelaki yang selalu menarik perhatian lawan jenisnya, termasuk aku. Kini, orang yang selama ini aku suka berdiri disampingku dengan ketampanan dan kegagahan seorang pria dewasa. Aku jadi grogi dibuatnya.
“Oh… itu kamu, apa kabar?” tanyaku basa basi. Aku jadi canggung sendiri dibuatnya. Semakin hari pesona yang dimiliknya semakin kuat. Ah… rasanya aku nggak kuat lama-lama berdiri di sampingnya.
“Kamu sekarang cantik,” puji Randy padaku.
Cantik? Aku tak percaya Randy bilang aku cantik. Aku jadi ingat waktu di sekolah dulu, jangankan bilang cantik, mengobrol denganku pun hanya kalau ada perlu. Randy terlalu sibuk dengan pelajarannya dan pacar-pacarnya dulu. Aku yang dulu hanya seorang siswa biasa, tanpa punya wajah yang cantik dan prestasi yang baik, mungkin hanya di anggap angin lalu saja oleh Randy. Dan kini setelah beberapa tahun tidak bersua dengannya, Randy bilang aku cantik. Apa itu tulus dari hati Randy yang paling dalam atau hanya rayuan gombal seperti yang dilakukan Randy pada pacar-pacarnya. Randy memang playboy nomor satu di sekolahku dulu.
Setelah basa basi selesai. Aku pun berjalan beriringan dengan Randy ke tempat acara. Alangkah bahagianya aku bisa berjalan berdua saja dengan pria tampan ini, karena Randy juga datang sendirian. Belum menikah dan nggak punya pacar, itulah alasan Randy datang ke acara ini sendirian.
***
Pesona Randy membuat aku tidak bisa tidur malam ini. Sudah pukul satu dini hari tapi mata tak juga mau terpenjam. Yang ada malah otakku selalu mengajak untuk mengulang kembali pertemuan aku dan Randy di acara Temu Alumni tadi. Wajah tampannya, aroma tubuhnya dan kata yang keluar dari mulutnya benar-benar susah untuk dilupakan begitu saja. Waduh, kok aku seperti anak abg yang baru saja jatuh cinta, tanyaku dalam hati setelah melihat kelakuanku yang tak wajar malam ini. Apa ini yang dinamakan jatuh cinta? Cinta yang tidak pernah mengenal usia. Apa aku jatuh cinta pada Randy? tanyaku ketakutan. Aku tidak boleh jatuh cinta pada Randy, karena aku sudah punya Dino yang menjadi cinta sejatiku. Aku buang pikiran kotor itu dan meyakinkan diri sendiri kalau aku tidak mencintai Randy, tapi aku mencintai Dino, calon suamiku.
Aku berusaha untuk tidak akan menghubungi Randy. Aku takut perasaanku kepada Randy berubah dari sebatas suka menjadi cinta. Kembali aku yakinkan diri kalau aku tidak mencintai Randy. Berulang kali Randy menghubungi nomor handphone, dan berulang kali aku abaikan. Aku ingin membuang jauh-jauh sosok Randy dalam hidupku.
***
Weekend kali ini Dino tidak bisa pulang ke kota, itu berarti Dino tidak bisa menemui aku. Aku kesepian. Teman-temanku yang senasib dan sepenanggungan denganku sudah punya acara masing-masing dengan keluarga atau pacaranya. Aku hanya bisa menghabiskan weekend kali ini sendiri di rumah.
Suara handphoneku berdering. Aku lihat nama Randy tertera di layar handphoneku. Lelaki itu lagi, gumamku. Sudah berulang kali aku mengabaikannya, tapi Randy pantang menyerah selalu menghubungi aku. Aku jadi bingung sendiri kini. Antara menerima panggilan itu atau menolaknya. Setelah berfikir sejenak, akhirnya aku terima juga panggilan itu. Toh hubunganku dengan Randy hanya sebatas teman, nggak lebih. Apa ada yang salah dengan semua ini? tanyaku dalam hati. Mungkin weekend kali ini aku bisa menghabiskan waktu bersama Randy.
Setelah sekian lama menjauh dari Randy, kini aku kembali lagi bertemu dengannya. Menghabiskan weekend kali ini bersamanya. Jalan bersama Randy ternyata sangat menyenangkan. Sebuah kebahagiaan yang tidak pernah aku temukan saat bersama Dino. Randy benar-benar pria sejati. Dia begitu pandai memperlakukan wanita dengan baik. Membuat aku begitu nyaman saat jalan bersamanya.
Pertemuan pertama itu bagaikan candu buatku. Aku ingin selalu menghabiskan waktuku bersamanya. Hanya aku dan Randy. Pertemuan pertama itu menjadi awal terjadinya pertemuan-pertemuan selanjutnya antara aku dan Randy, tanpa sepengetahuan Dino tentunya. Aku mulai berfikir lagi dan akhirnya menyadari kalau pria yang aku cintai ada dalam sosok Randy, bukan Dino.
***
Serapat apapun aku menyembunyikan hubunganku dengan Randy, Dino akhirnya tahu. Dino datang dan langsung minta penjelasanku tentang semua ini.
“Apa yang kamu lakukan dengan lelaki itu?” bentak Dino kesal padaku.
“Itu bukan urusanmu!”
“Kamu itu calon istriku. Apa pantas kamu jalan dengan lelaki lain selain aku?”
“Pantas!” jawabku tegas. “Apa yang tidak pantas kalau dua manusia yang saling mencintai jalan berdua?”
“Jadi kamu mencintai dia?”
“Iya, aku mencintai Randy.”
“Jadi selama ini apa?” tanyanya bertambah kesal dengan jawabanku.
“Selama ini apa?” tanyaku balik. “Selama ini aku menjadi wanita yang kesepian karena calon suaminya selalu sibuk mengurusi pekerjaan.”
“Tapi semua itu lakukan demi kamu, demi masa depan kita.”
“Demi masa depan kita? Demi masa depan lantas kamu melupakan aku. Melupakan kalau aku ini wanita yang selalu ingin ditemani, ingin dimanja, ingin disayang oleh kekasihnya.”
“Kamu berubah! Aku tidak menemukan dirimu yang dulu aku kenal. Dirimu yang selalu mengerti aku dan selalu menerima aku apadanya.”
“Ya, aku berubah. Aku sadar diluar sana ada pria yang lebih pengertian dan selalu mengerti aku. Suatu hal yang tidak aku temukan dalam diri kamu. Kita putus!”
“Baiklah kalau itu bisa membuat kamu bahagia,” jawab Dino pasrah lalu meninggalkanku sendiri.
Awalnya orangtuaku menetang keras keputusanku untuk berpisah dengan Dino. Hubungan keluargaku dengan keluarga Dino sudah sangat baik. Keluargaku merasa tidak enak dengan keluarga Dino karena harus memutuskan tali pertunangan ini. Tapi setelah aku jelaskan semuanya, akhirnya mereka mengerti dan mau menerimanya. Mereka hanya berharap aku kelak bisa bahagia dengan pria pilihanku.
Hubunganku dengan Randy semakin baik. Keluargaku bisa menerima kehadiran Randy dalam hidupku, begitu juga keluarga Randy yang juga bisa menerima aku apa adanya. Tak butuh waktu yang lama lagi, akhirnya kami berdua memutuskan untuk menikah.
Pesona Randy benar-benar membutakan mata dan pikiranku. Aku langusng mengiyakan saja saat Randy mengajak aku menikah tanpa berpikir lebih jernih. Aku dibutakan oleh cinta. Aku menikah dengan Randy tanpa terlebih dahulu tahu apa yang terjadi dalam hidup Randy selama ini. Setelah sekian lama berpisah sejak lulus SMA, aku sama sekali tidak tahu apa yang terjadi dalam hidup Randy. Tiba-tiba saja Randy hadir dalam acara Temu Alumni yang diadakan sekolah kami dulu. Sejak peristiwa itulah Randy hadir dalam kehidupanku.
Setelah beberapa bulan menikah, aku baru tahu siapa Randy sebenarnya. Tidak lagi aku temukan sosok pria yang pengertian, pria yang baik hati dan menyayangiku dalam diri Randy kini. Yang ada adalah sosok pria pengecut yang selalu kasar kepadaku. Tidak hanya ucapan tapi anggota tubuhnya juga tak segan untuk menyiksaku. Tidak cukup itu, Randy juga sering mabuk dan main perempuan di luar rumah. Randy benar-benar berubah sejak menjadi suamiku.
Sebagai seorang istri tentu aku punya tanggung jawab terhadap suamiku. Jika suamiku salah, tentu aku sebagai istrinya akan berusaha untuk mengembalikan suamiku ke jalan yang benar. Semua telah aku lakukan untuk membuat Randy berubah. Tapi sepertinya usahaku sia-sia. Randy tetap tidak berubah. Aku lelah, aku capek. Kesabaranku menghadapi sikap Randy akhirnya habis. Aku putuskan untuk memlih berpisah dengannya. Aku layangakan gugatan cerai padanya.
Penyesalan memang datangnya kemudian. Aku juga merasakan penyesalan itu. Tapi sudahlah, mungkin ini adalah jalan hidup yang telah digariskan Tuhan padaku. Tentu ini akan aku jadikan pelajaran dalam hidupku nanti. Untuk tidak gegabah memilih pasangan hanya karena pesona ketampanan dan kekayaannya. Aku hanya ingin pasangan yang mengerti aku dan sayang padaku. Hanya itu, gak lebih. Kini baru aku tahu, kalau sosok pria itu ada dalam diri Dino. Walau aku sering ditinggalkannya bekerja, aku selalu bisa menerimanya. Dan aku juga selalu bahagia saat bersamanya. Tapi entahlah, sejak bertemu Randy, semuanya berubah. Aku menjadi wanita yang beda bagi Dino. Aku berubah, bukan Ratna yang dulu lagi.
Kabar terkakhir yang aku tahu tentang Dino, kalau Dino juga sudah menikah bahkan sudah mempunyai bayi kecil dalam keluarganya. Sungguh bahagia hidup Dino. Kebahagiaan yang pernah Dino janjikan padaku dulu. Kebahagian yang telah aku sia-siakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H