Mbah Sul, begitu lelaki tua itu biasanya dipanggil, nama aslinya Sulaiman tinggal di depan masjid kampung saya'
"Mbah ayo saya bantu," ajak saya kepada Mbah Sul, ketika akan beranjak naik ke ruang utama masjid yang lokasinya lebih tinggi dari halaman masjid, untuk melaksanakan salat magrib berjamaah.
"Nggah usah, mbah masih bisa naik sendiri," jawab mbah Sul.
Ya, lelaki renta yang berusia 85 tahun itu adalah jamaah
masjid di kampungku, bahkan ketika muda sampai usia sekitar
75 tahunan masih aktif menjadi imam rowatif masjid di kampung, sampai akhirnya 10 tahun yang lalu penyakit itu menghampiri Mbah Sul yang punya 8 putraputri dan 20 an cucu dan puluhan cicit tersebut.
'Mbah sakitnya apa sih, kok susah jalanya dan pakai tongkat?" tanya saya memecahkan kebekuan setelah selesai jamaah salat magrib.
"Mbah ini kena sakit linu di kaki, sudah hampir 10 tahunan terakhir ini," jawab mbah Sul, dengan mantap, sambil duduk di serambi masjid nunggu waktu salat isya. "Sudah sejak 10 tahun yang lalu kaki mbah kena penyakit linu, mungkin karena sudah tua, kedua kaki nggak bisa digerakkan, jadi nggak bisa jalan" lanjut mbah Sul sambil menempelkan punggungnya di tembok serambi masjid.
Memang sejak itu Mbah Sul sudah tdak bisa ke masjid, padahal lokasi masjid hanya 20 meter di depan rumahnya. "Mbah melaksanakan salat di rumah, jamaah dengan mbah putri," begitu kata mbah Sul, namun untuk salat Jumat yang dilksanakan seminggu sekali, Mbah Sul masih dipapah oleh anak menantunya mas Sabar, karena semua anak lakilakinya tinggal di luar daerah, bahkan yang dua tinggal di pulau Sulawesi.
Dan Alhamdulillah selama Ramadan tahun ini mbah Sul aktif melaksanakan jamaah magrib, sambl ikut menikmati hidangan berbuka puasa di masjid yang dulu beliaunya selalu menjadi imam salat rowatib bergantian dengan beberapa imam lain, termasuk saya.
"Ayo Mbah, saya antar ke tempat wudu, karena sudah masuk waktu Isya," ajak saya, sambil membantu membangunkan Mbah Sul, karena memang agak sulit bangun sendiri ketika duduk di lantai serambi masjid.