Lihat ke Halaman Asli

Hajar Imtihani

Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Akan Bertemu Bulan Ramadhan Sebanyak Dua Kali pada Tahun 2020, Benarkah?

Diperbarui: 24 November 2021   10:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: https://www.istockphoto.com/id/vektor/kalender-tahun-2030-sederhana-gm658066008-120149379

Oleh: Dr. Ir. Vina Serevina, M.M, Hajar Imtihani, Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta, 2021.

Agama mayoritas yang dipercayai oleh masyarakat Indonesia adalah islam, maka dalam beberapa hal kebiasaan umat muslim dalam beribadah sudah banyak diketahui bahkan menjadi suatu tradisi bagi masyarakat yang bukan beragama islam, seperti misalnya hari raya Idul Adha yang erat sekali dengan pemotongan hewan ternak kemudian dagingnya dibagi-bagikan dan dijadikan momen membuat sate bersama dengan tetangga sekitar meskipun berbeda agama, atau pada saat momen hari raya Idul Fitri yang erat sekali dengan budaya mudik dan tak jarang diikuti pula oleh masyarakat yang tidak beragama muslim. Hal-hal tersebut tentunya adalah hal yang sakral bagi umat muslim di Indonesia, maka perlu dipersiapkan dengan baik, karena setiap rangkaian ibadah dari pra, pelaksanaan, dan pasca harus dipastikan baik dan benar agar ibadah kita diterima oleh Allah swt., maka memerhatikan pelaksanaan waktu dalam beribadah merupakan salah satu bagian pentingnya.

Sebagaimana yang sudah tertulis pada judul di atas, artikel ini akan membahas mengenai bulan Ramadhan dalam kalender Hijriah yang terjadi dua kali jika dikorelasikan pada kalender Masehi yaitu pada tahun 2030. Bulan Ramadhan adalah bulan suci yang mana di dalamnya umat muslim melaksanakan serangkaian ibadah yang tidak bisa ditemui di bulan hijriyah lainnya, yaitu puasa wajib selama satu bulan penuh, sholat tarawih, menunaikan zakat fitrah, dan ibadah lainnya yang jika dilakukan dengan niat karena Allah swt. maka insyaAllah akan mendapatkan pahala berkali-kali lipat dibanding ketika beribadah pada bulan-bulan yang lainnya. Biasanya, seperti bulan-bulan yang lain, bulan Ramadhan ini hanya terlaksana sekali dalam satu tahun, namun pada tahun 2030 diprediksi akan berlangsung sebanyak dua kali, yaitu di awal tahun dan di akhir tahun, tepatnya pada bulan Januari 2030 dan bulan Desember 2030 jika dikorelasikan dengan kalender masehi. Lalu, bagaimana bisa bulan Ramadhan terjadi sebanyak dua kali dalam satu tahun?

Terjadinya bulan Ramadhan sebanyak dua kali, tentunya berhubungan dengan prediksi yang diawali dari proses perhitungan kalender masehi maupun kalender hijriyah itu sendiri. Sebelum mengulas lebih jauh, mari sama-sama kita simak bagaimana perhitungan pada kalender masehi dan kalender hijriyah beserta perbedaan dari keduanya. Berikut adalah penjelasannya:

Penanggalan pada kalender masehi

Dalam perhitungan penanggalan masehi atau miladi awalnya diciptakan dan diumumkan penggunaannya pada tahun753 SM oleh Numa Pompilus tepat pada tahun dimana kerajaan Roma berdiri. Penanggalan kalender masehi disusun berdasarkan perubahan musim sebagai akibat peredaran semu matahari, dengan penetapan satu tahun sama dengan 366 hari dengan bulan pertamanya adalah bulan Maret, dikarenakan posisi matahari yang berada di titik Aries terjadi pada bulan Maret. Namun, tidak hanya sampai situ, perjalanan untuk penentuan penanggalan masehi sangatlah panjang sampai dengan didapati kesepakatan setiap tahun ada 12 bulan, yaitu Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, dan Desember, dengan urutan bulan dimulai dari bulan ke-1, 3, 5, 7, 8, 10, dan 12 masing-masing memiliki umur 31 hari, sedangkan bulan lainnya berumur 30 hari kecuali bulan ke-2 yang berumur 28 hari dan pada tahun kabisat berumur 29 hari.

Penanggalan masehi juga memiliki ketentuan umum yang menjadi pembeda dengan penanggalan yang lain, di antaranya adalah satu tahun pada penanggalan masehi berumur 365 hari atau 366 hari (tahun kabisat).

Penanggalan Hijriyah

Dalam perhitungan tahun hijriyah dimulai sejak 2,5 tahun setelah Umar bin Khattab diangkat sebagai khalifah, tepatnya saat moemen dimana ada sebuah dokumen yang menyangkut penanggalan perihal pengangkatan Abu Musa al-Asy'ari sebagai gubernur di Basrah yang terjadi pada bulan Sya'ban, yang mana hal tersebut memicu munculnya pertanyaan darimana muncul bulan Sya'ban? Sehingga pada saat itu Umar bin Khattab meminta sahabatnya untuk menciptakan penanggalan hijriyah agar bisa sama-sama menentukan dan mengetahui dari mana penanggalan atau bulan tersebut bisa hadir disebutkan untuk menandai suatu kejadian.

Satu tahun pada penanggalan hijriyah sama dengan penanggalan masehi, namun nama bulannya saja yang berbeda, yaitu Muharam, Safar, Rabi'ul Awal, Rabi'ul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajb, Sya'ban, Ramadhan, Syawwal, Dzulqa'dah, Dzulhijjah. Dan penanggalan hijriyah ini ditetapkan berdasarkan pada edaran bulan mengelilingi bumi dengan satu edaran lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik dengan masing-masing umur bulan ada yang 30 hari dan 29 hari untuk menghindari adanya pecahan hari dengan ketentuan bulan-bulan ganjil berumur 30 hari sedangkan bulan-bulan yang genap berumur 29 hari, kecuali pada bulan ke-12 pada tahun kabisat yaitu berumur 30 hari.

Penanggalan hijriyah juga memiliki ketentuan umum yang menjadi pembeda dengan penanggalan yang lain, di antaranya adalah satu tahun pada penanggalan hijriyah berumur 354 hari atau 355 hari (tahun kabisat).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline