Lihat ke Halaman Asli

Sir Kembut

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Saya tak tahu siapa nama aslinya. Teman-teman KOMPENI (Komunitas Ngopi ing Wengi ) memanggilnya Kembut. Dan saya menambahkan ” Sir” di depan namanya. Meniru tradisi ratu Elizabeth yang suka memberi gelar ”Sir” kepada orang-orang terhormat atau berjasa pada kerajaan.

Saya beri gelar ”Sir” --- pangeran kalau dalam tradisi kaum bangsawan kita--- bukan karena beliau orang kaya, pintar, tampan, berpengaruh. Tidak!. Semua itu berlawanan dengan keadaan Sir Kembut. Saya menghormatinya karena beliau adalah seorang pendekar kehidupan. Seorang yang mampu tertawa serta menertawakan ketidakberdayaan, kekecilan, keterpinggiran, ketersingkiran serta sederet ”nasib sial” lainnya.

Beliau adalah cermin. Beliau adalah ”guru” saya, mahluk yang belum pernah berhasil mengkaji sepotong ilmu bernama qona’ah ini. Dan saya minta pendapat sampeyan, apakah kebiasaan saya  : kagum terhadap orang-orang yang tidak wajar untuk diidolakan adalah termasuk klasifikasi penyakit gila?. Saya bahkan pernah nge-fans sama orang gila yang biasa ngamen --- meniup ”flute” --- sepanjang deretan toko jalan seputar alun-alun.

Sir Kembut memang manusia biasa. Maka Agar  rasa kagum saya terhadap beliau tidak membusuk, saya hanya memandang beliau dari perspektif husnudhan semata.  Saya tidak tahu apakah Sir Kembut rajin sholat atau tidak, tapi setahu saya beliau begitu qona’ah dan ridlo terhadap apa saja yang datang dari Tuhan. Dan itu merupakan syarat bahwa beliau masuk dalam klasifikasi orang beriman. Menegaskan bahwa beliau bukan golongan yang diusir Tuhan : ”Barangsiapa yang tidak ridlo terhadap qadla dan qadar-Ku, tidak bersabar atas ujian-Ku, maka keluarlah dari bumi-Ku, dan carilah tuhan selain Aku” begitu tawar Allah.

Istana Sir Kembut berada di tengah pusat kota, di pusat pusaran manusia, pusaran uang, pusaran kecongkakan. Berukuran 4x3 meter persegi. Dibangun dari triplek (bekas) di atas tanah pemerintah Republik Indonesia. Pendidikannya S-1, SD saja. Bukan S-3 atau setara SMU. Umurnya masih belasan tahun, namun kedewasaan serta ketahanannya terhadap hal-hal getir begitu mapan. Dalam hal ini beliau setara dengan seorang master kehidupan yang bukan saja tidak dipermainkan hidup, tapi sanggup mempermainkan hidup.

Sir Kembut adalah lelaki normal yang tentu saja tertarik  pada perempuan. Saya jadi sedikit khawatir, jika kelak Sir Kembut bermaksud menikah, beliau sulit mencari pasangan. Saat ini jumlah perempuan memang beberapa kali lipat dari jumlah laki-laki, tapi yang memilih calon suami berdasarkan kualifikasi spiritual serta jarak estesis dengan Tuhan...............celaka, hampir tidak ada.

Profesi Sir Kembut kurang jelas. Kadang sebagai manajer PT. Pesuruh Indah Jaya, kadang sebagai kepala marketing pisang goreng untuk wilayah distribusi blok warung kopi seputar alun-alun. Tapi yang agak tetap, beliau menjabat sebagai dirut PDAM yang mensuplai kebutuhan air  untuk warung kopi  se-antero alun-alun. Mungkin, profesi utamanya adalah guur besar universitas kehidupan itu sendiri.

Saya tidak bisa menyusun curriculum vitae Sir Kembut karena profil beliau terlalu sederhana. Tapi untungnya, saya pernah tahu menegenai beberapa organisasi yang beliau pimpin. Diantaranya adalah, Aliansi Masyarakat tanpa Obsesi (AMO), Paguyuban Penertawa Hidup (PPH), Ikatan Manusia Insomnia (Amunisi), ketua bidang plonco LSM Kompeni, dan sebagainya.

Dari sederetan organisasi yang beliau pimpin tersebut ketertarikan saya – dan beberapa teman—bermula. Kita hidup dalam ruang serta waktu serba tidak ”menguntungkan” , dan salah satu metode bertahan dari dari wabah depresi serta patah hati -- selain mencari keamanan psikologis seperti yang dilakukan oleh para pegawai negara—adalah bergabung dengan salah satu organisasi yang beliau pimpin ini. Saya jadi mikir, tidak berlebihankah jika Sir Kembut  saya setarakan dengan semacam Che Guevara atau Sidharta Gautama?.

Di dunia ini terlalu banyak nama besar yang ternyata tidak sebesar peran serta sumbangsih penyandangnya terhadap kemanusiaan serta kebenaran. Banyak yang memakai topeng dari wajah sebenarnya, dan kita sering terkecoh dengan itu. Ada yang sengaja meneyematkan gelar teramat suci pada deretan namanya, namun gerak-geriknya jauh melenceng dari identitas tersebut. Jadi, karena beberapa kali frustasi, saya putuskan untuk mencari guru besar dari tipe-tipe semacam Sir Kembut saja. Dari tipe-tipe non formal serta salaj kaprah. Dan Beliau termasuk dalam klasifikasi tokoh idola saya, karena baliau tidak pernah mendeklarasikan kedudukannya, tapi saya sendiri yang mengangkatnya sebagai guru besar. Menurut saya beliau lebih layak untuk kedudukan tersebut daripada seseorang yang mendirikan sanggar, padepokan, gazebo, galeri atau sekedar kerumunan yang berujung pada pamrih-pamrih tertentu dari identifikasi sosialnya tersebut. Sebagai serigala berbulu kelinci, hingga terjadilah semacam legalisasi berbagai macam pelecehan : seksual, agama serta pikiran positif.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline