Lihat ke Halaman Asli

Rico

Diperbarui: 11 Mei 2016   08:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rico baru saja membeli sebuah rumah di pinggiran kota Jakarta. Sebelum ia menikah, ia ingin menyiapkan segalanya untuk Esti, sang tunangan. Rencananya, selesai mereka bulan madu, mereka ingin tinggal di rumah baru itu. Halaman yang luas dengan pendopo marmer di sudut depan halaman, membuat rumah itu terlihat sangat indah. Sebenarnya pendopo itu lebih mirip rumah mungil untuk mereka bercengkrama dengan anak-anak. Rico telah membayangkan masa depan bersama Esti dan anak-anaknya kelak.

Rumah itu dibelinya dengan harga yang cukup tinggi dari kliennya, yang seorang keturunan Cina. Sebagai kepala cabang bank swasta yang cukup terkenal di Indonesia. Rico banyak sekali mendapat tawaran yang menarik. Tapi entah kenapa, saat ia melihat rumah itu, ia merasa sangat suka dan langsung cocok. Harga baginya tak jadi masalah, buat dia kenyamanan dan keindahan lebih utama.

Bunga-bunga indah tumbuh subur dan sangat terawat di samping pendopo. Bangunan dengan gaya abad pertengahan, pintu-pintu tinggi gaya Eropa, membuat semuanya menarik untuk di lihat.

Tiga bulan lagi ia akan duduk di pelaminan bersama Esti. Tapi tak sabar ia untuk segera menempati tempat itu.

“ Ayah, boleh aku ajak salah seorang pembantu kita untuk tinggal di rumah baruku ini?” tanya Rico pada ayahnya.

“ Memang kapan kau mau tinggal di sana?” ayahnya balik bertanya.

“ Besok malam, semua perabot di sini sudah lengkap, aku hanya tinggal membawa semua keperluan pribadiku.”

“ Terserah kau, kau mau ajak siapa?”

“ Mbok Irah!” jawab Rico menyebut nama seorang pembantu yang selama ini dianggapnya sebagai orang tua kedua setelah ayah ibunya.

“ Tanya Mbok Irah, apakah dia mau ikut denganmu?”

“ Pasti maulah, aku kemarin sudah bicara dengannya.” Rico bicara mantap dan sangat meyakinkan. Hubungan telpon itu pun berakhir, Rico jadi tidak sabar, kalau saja saat itu hari libur, dan kerjaannya tidak menumpuk di kantor, rasanya ia enggan untuk meninggalkan rumah itu. Setelah pamit dengan penjaga rumah itu, ia pun meluncur kembali dengan mobilnya menuju kantornya di bilangan Sudirman Jakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline