Pulau Penyengat ini menjadi pulau yang paling banyak pengunjungnya, baik itu wisatawan atau para mahasiswa dan pelajar yang berkunjung ke sana. Banyak peninggalan sejarah yang masih tersimpan dan dijaga dengan rapi oleh masyarakat di sana sebagai kekayaan Pulau Penyengat.
Sekitar abad 18 sudah ada aktivitas masyarakat terutama perdagangan yang kemudian menjadikan bagian dari kota Tanjungpinang ini menjadi salah satu pulau yang paling sering dikunjungi.
Dulu, menurut cerita Abangnya Kak Ikka, setelah kami menunggu pompon di pelabuhan Penyengat. Katanya, Penyengat ini menurut sejarah sering menjadi rebutan, selain posisinya strategis karena berada di muara sungai Bintan, Pulau Penyengat menjadi salah satu pulau dengan air tawar yang paling bersir di wilayah Kepulauan Riau.
Hal ini membuat ketertarikan sendiri bagi setiap pelayaran dan pedagang yang melintasi pulau Bintan, mereka mengetahui Pulau Penyengat sebagai tempat air minum yang bersih.
Tak jarang, pulau ini menjadi rebutan termasuk belanda dan portugis. Terlepas dari cerita abangnya Kak Ikka, beberapa artikel menggambarkan sejarahnya bahwa memang benar, salah satu pulau yang merupakan bagian dari Tanjungpinang ini merupakan tempat orang-orang mengambil air minum. Karena Pulau Penyengat memiliki sumber air tawar yang sangat bersih dan dingin meskipun di musim panas tiba.
Selain itu, ada juga Tugu Bahasa di Pulau Penyengat dan sejumlah tempat bersejarah lainnya. Masih soal bahasa, kedua tokoh pemuda Indonesia yang mengajukan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan ini tidak dapat dianulir pemuda lainnya.
Setelah Bahasa Indonesia akhirnya diajukan sebagai bahasa Nasional oleh salah satu tokoh pemuda dari Pamekasan Madura, M Tabrani akhirnya disepakati dan dikukuhkan pada tanggal 28 oktober 1928 di Kongres II Pemuda Indonesia. (Baca juga: Pulau Asal Muasal Bahasa Indonesia).
Marwah Sejarah dan Tugu Bahasa di Pulau Penyengat
Malam itu, semenjak kembali ke hotel tempat kami nginap, saya menghabiskan beberapa literatur sebelum Pukul 03.00 wib, setelahnya melanjutkan istirahat. Pagi setelah pukul 09.00 wib kami bertiga sudah ada di pelabuhan penyeberangan atau dermaga pompon yang berdekatan dengan pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang.
Pelabuhan ini sangat kecil, hanya bisa menjadi tempat berlabuhnya perahu sampan pompon sebagai moda transportasi laut dari Tanjungpinang menuju ke Pulau Penyengat. Kami menunggu kurang lebih 30 menit, pompon harus terisi penuh sekitar 20-22 orang penumpang. Setelah semua penumpang naik ke perahu, awak perahu pompon melaju perlahan meninggalkan dermaga Tanjungpinang.