Lihat ke Halaman Asli

Hairil Suriname

Institut Tinta Manuru

Biji Negara, Perempuan Pengalung Bunga untuk Soekarno (Saat Konsolidasi Irian Barat) Part II

Diperbarui: 10 Februari 2021   20:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Perempuan Pengalung Bunga dan Soekarno

Perempuan Terbaik Tidore dan Penghargaan Biji Negara

Artikel ini merupakan artikel lanjutan dari judul yang sama dapat dilihat di Part I  

Perempuan terbaik, putri-putri Tidore yang dimaksud Tete Jaja adalah Nenek Biji Negara. Nenek Biji Negara dengan nama Lengkapnya Halima Jauhar (Alm), lahir Tahun 1930 di perkampungan tua yang sampai sekarang dikenal sebagai Kampung Tongaru (bobo), berada di daratan kota tidore yang saat itu masuk dalam wilayah kuasa/perintah Tahisa (Toloa). Kampung tua berjarak kurang lebih di ketinggian 8 delapan kilo meter dari pesisir pantai.

Perempuan yang biasa di sapa Nene Biji Negara adalah salah seorang keturunan asli asal warga Bobo. Biji Negera adalah Julukan yang berikan Soekarno pada Nenek Halima Jauhar. Sebab dirinya mewakili Irian Barat untuk NKRI.

Keterangan Ahmad, anaknya "penyerahan Irian Barat ke NKRI bukan dari tangan Sultan Zainal Abidin Syah, melainkan dari tangan Ibu saya (Biji Negara) secara simbolis yang di tandai dengan sesi foto jabat tangan bersama Soekarno sebagai tanda kesepakatan Irian Barat dan NKRI menjadi satu' tutur Ibu saya"

Dirinya juga dikenal sebagai sosok yang kuat, semangat didiknya terhadap beberapa lapis generasi masa itu. Nene Biji Negara, sosok perempuan yang telah dilupakan sejarah Tidore, dia  yang mengalungkan Bunga di saat Bung Karno (Soekarno) mengunjungi Tidore dengan agenda konsolidasi pengembalian Irian Barat ke pangkuan NKRI

Menjelang kedatangan Sokarno di Tidore, menurut banyak sumber tertulis, Sultan Zainal Abidin Syah memerintahkan pejabat kesultanan untuk mencari puteri-puteri asli penduduk tidore yang ciri fisiknya sama seperti masyarakat papua. Perintah ini dengan tujuan untuk memperkuat konsolidasi bahwa ada ikatan antara Papua dengan Kerajaan Tidore.

Saat itu, sumber lisan (Hamjen, tokoh Adat kel Bobo) mengatakan "Bobo adalah salah satu desa diantara desa lainnya yang menjadi desa tujuan pihak kesultanan Tidore mencari puteri-puteri pengalung bunga di leher soekarno saat soekarno dating nanti"

Puetri/wanita pertama  yang di jumpai pihak kesultanan tidore di kelurahan bobo (saat itu statusnya masih Desa), adalah (Alm) Nene Robo atau akrab disapa Nene Bo. Kemudian Nene Indah atau sapaan akrabnya Nene Iya. Selanjutnya, Nene Biji Negara (Halima Jauhar) adalah salah satu diantara tiga orang yang ditemukan oleh pihak kesultanan di desa bobo, untuk selanjutnya dibawa untuk mewakili masyarakat Papua pada kunjungan Soekarno.

Dari banyak keterangan yang di himpun penulis, dengan rata-rata usia 70-90an adalah sumber lisan yang penulis temui untuk kepentingan menulis. Menurut cerita yang sama. "Tiga orang wanita/puteri ini telah memenuhi syarat dengan ciri fisik hampir sama dengan masyarakat Papua yang di maksudkan Sultan Zainal Abidin Syah.

Sehingga mereka di lakukan seleksi untuk lebih mendapatkan kesamaan ciri fisik dengan Masyarakat Papua oleh pihak kesultanan, saat itu Nene Bo dan Nene Iya tidak terpilih. Hal ini disebabkan ciri fisik Nene Bo memiliki kulit hitam tapi rambutnya (ikal). Sedangkan Nene Iya (Nene Indah Hadi) dengan kulit sawo matang dan rambut keriting"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline