Transformasi Pengelolaan Sampah Kota Makasar dengan Sistem Pendukung Keputusan Berbasis Teknologi
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan pesat teknologi informasi telah membawa transformasi besar dalam berbagai sektor, termasuk pengelolaan limbah di perkotaan. Artikel ilmiah berjudul "Decision Support System for Ranking Active Waste Bank in Makassar City Using TOPSIS and VIKOR Methods" karya Ahmad Ruslandia Papua, Tasrif Hasanuddin, dan Mardiyyah Hasnawi (2024) menggarisbawahi pentingnya implementasi sistem pendukung keputusan (Decision Support System/DSS) dalam konteks ini. Penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal SISFOKOM volume 13, nomor 2 ini, menunjukkan bahwa hanya 381 dari 1000 bank sampah yang awalnya ada di Makassar yang masih beroperasi pada tahun 2023.
Penurunan drastis ini menjadi perhatian utama karena peran penting bank sampah dalam memfasilitasi pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Dalam konteks perkotaan seperti Makassar, bank sampah bukan hanya menjadi solusi pengelolaan limbah, tetapi juga berfungsi sebagai motor ekonomi yang mempromosikan daur ulang dan keberlanjutan. Namun, tantangan yang dihadapi adalah rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang keberadaan dan manfaat bank sampah tersebut. Oleh karena itu, peneliti mencoba menjawab tantangan ini dengan mengembangkan sebuah sistem yang dapat meranking bank sampah aktif menggunakan metode Multi-Criteria Decision Making (MCDM) seperti TOPSIS dan VIKOR.
Metode ini tidak hanya membantu dalam memberikan peringkat berdasarkan kinerja operasional tetapi juga memberikan wawasan tentang area yang perlu ditingkatkan. Artikel ini menggambarkan bagaimana pengelolaan yang lebih baik dapat dicapai dengan memanfaatkan teknologi informasi yang tepat guna, serta pentingnya pendekatan sistematis dalam mengoptimalkan sumber daya yang terbatas. Ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa keberlanjutan bukan hanya sekadar konsep, tetapi juga menjadi praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari di perkotaan yang padat seperti Makassar.
****
Makassar, sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah. Pada tahun 2023, hanya 38,1% dari 1000 bank sampah yang masih aktif. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Melalui artikel yang ditulis oleh Ahmad Ruslandia Papua dan rekannya, kita dapat melihat bahwa salah satu faktor utama penyebab penurunan ini adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat bank sampah. Penelitian ini menyoroti bagaimana teknologi, khususnya sistem pendukung keputusan berbasis MCDM, dapat menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu TOPSIS dan VIKOR, memberikan pendekatan berbeda namun saling melengkapi dalam penilaian kinerja bank sampah. TOPSIS berfokus pada penentuan jarak terdekat ke solusi ideal positif dan terjauh dari solusi negatif, sedangkan VIKOR lebih menekankan pada kompromi antara berbagai kriteria yang ada. Kedua metode ini memungkinkan pengambil keputusan untuk melihat mana saja bank sampah yang paling aktif dan mana yang membutuhkan perbaikan.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dalam konteks Makassar, kriteria yang paling menentukan keberhasilan bank sampah adalah jumlah sampah yang dikumpulkan dan jumlah pelanggan yang dilayani. Dengan rata-rata hanya 4 jam operasional per hari, beberapa bank sampah seperti BSU Kreatif Pemuda berhasil menduduki peringkat tertinggi dengan indeks preferensi 0,5371 berdasarkan metode TOPSIS. Sementara itu, metode VIKOR menunjukkan bahwa bank sampah ini juga memiliki skor terendah dalam hal jarak ke solusi ideal, yaitu 0, menempatkannya sebagai bank sampah paling aktif di Makassar.
Angka-angka ini mencerminkan bagaimana teknologi informasi dapat memberikan wawasan yang mendalam bagi pengambil keputusan. Ketika data dikumpulkan dan diolah dengan metode yang tepat, hasilnya tidak hanya membantu dalam menentukan mana bank sampah yang aktif, tetapi juga dapat memberikan gambaran tentang efisiensi dan efektivitas program pengelolaan sampah di tingkat lokal. Dalam hal ini, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mempertimbangkan implementasi sistem serupa di kota-kota lain yang menghadapi tantangan serupa.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan DSS dapat menjadi katalis bagi perbaikan berkelanjutan dalam pengelolaan limbah. Dengan memanfaatkan data yang ada, pemerintah dapat mengalokasikan sumber daya dengan lebih efisien, meningkatkan partisipasi masyarakat, dan pada akhirnya, menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
****