Dalam dunia sastra, ada dua jenis sastra fiksi, yaitu sastra serius dan sastra populer. Perbedaan keduanya terlihat dari isinya. Sastra serius lebih berbobot dan rumit sehingga ketika membacanya butuh konsentrasi yang tinggi, sedangkan sastra populer cenderung ringan dan mudah dipahami. Ketimbang sastra serius, sastra populer memiliki lebih banyak peminat karena bacaannya yang ringan dapat dimanfaatkan sebagai sarana hiburan atau untuk mengisi kekosongan di waktu luang. Dengan keberadaan sastra populer pun dapat meningkatkan kebiasaan membaca karya sastra. Menurut Teeuw (1989: 170), pada tahun 1950-1960, Indonesia mengalami penurunan minat membaca sebab sedikitnya buku sastra populer yang beredar di masa itu.
Sastra populer memiliki cerita yang klise karena mengikuti kesukaan pembaca atau dengan kata lain ceritanya hanya memenuhi keinginan pasar saat itu. Maka, sastra populer pun bersifat sementara sebab bila pasar mengalami perubahan, perlahan karya-karya lama mulai terlupakan, digantikan dengan karya-karya baru dengan ide yang lebih menarik. Menurut Jassin (1985: 176), dibandingkan dengan sastra "seni" (sastra serius), sastra populer lebih jelas menggambarkan realitas sosial. Hal ini disebabkan oleh tema yang disuguhkan sastra populer lebih akrab dengan kehidupan sehari-hari seperti pertemanan, keluarga, pekerjaan, dan percintaan.
Dalam perkembangan sastra populer, muncul jenis fiksi penggemar yang cukup banyak diminati pembaca, khususnya para remaja. Rebecca W. Black menyatakan "Fanfictions are fan-produced texts that derive from forms of media, literature, and popular culture." yang berarti bahwa fiksi penggemar dibuat oleh seorang penggemar yang berasal dari media, sastra, dan budaya populer. Tokoh cerita fiksi penggemar dapat terispirasi dari tokoh selebriti, karakter, kartun, film, atau novel yang disukai. Kegiatan menulis fiksi ini adalah hal yang menyenangkan bagi sebagian penggemar selain kegiatan membuat gambar ilustrasi atau mengoleksi barang-barang yang berkaitan dengan idolanya.
Fiksi penggemar sering kali dijumpai dalam bentuk cerpen atau novel yang tersedia di internet atau aplikasi membaca pada ponsel pintar. Contoh fiksi penggemar yang sedang menjadi tren beberapa tahun terakhir yaitu menjadikan selebriti asal Korea Selatan sebagai murid SMA, mahasiswa, atau pekerja kantoran biasa dalam cerita. Ada yang masih menggunakan nama asli selebriti tersebut, ada juga yang hanya meminjam wajah mereka sebagai visualisasi tokoh dan mengubah nama asli mereka menjadi nama lokal khas Indonesia. Contoh lainnya yaitu membuat sebuah cerita baru atau cerita lanjutan dari tokoh novel atau komik yang dibaca. Ada kemungkinan bahwa alur dari cerita yang dibaca tidak sesuai dengan yang diharapkan penggemar sehingga mereka membuat cerita baru untuk menghibur diri sendiri dari kekecewaan. Fiksi penggemar ini menjadi sarana bagi para penggemar untuk memuaskan "jiwa penggemar" mereka dengan membayangkan seolah-olah idolanya hidup di sekitar mereka atau tokoh cerita favorit mereka menjalani hidup sesuai alur cerita yang mereka inginkan, yang mana hal itu adalah hal yang mungkin sulit atau bahkan tidak akan terjadi di dunia nyata.
Ide cerita fiksi penggemar memang tidak murni hasil pemikiran penulisnya sehingga keberadaannya masih diragukan dalam dunia sastra. Anggapan bahwa fiksi penggemar hanyalah karya yang dibuat seorang pemimpi membuat fiksi penggemar kurang disambut positif oleh penikmat sastra. Penulis fiksi penggemar meniru karya yang sudah ada, lalu mengadaptasinya menjadi cerita baru sesuai keinginan mereka yang sebenarnya tidak ada di dalam karya aslinya. Para penulis pun menerbitkan karyanya hanya pada lingkup komunitas masing-masing di internet, tidak bersaing secara bebas di komunitas umum. Tidak asli, tidak kreatif, tidak berani, dan hanya berisi ungkapan dari perasaan seorang penggemar yang suka bermimpi, serta berbagai alasan lain membuat fiksi penggemar dipandang sebelah mata. Apakah fiksi penggemar layak disebut karya sastra jika idenya adalah sebuah tiruan?
Dulu fiksi penggemar hanya ada di internet dan aplikasi membaca, namun kini sudah banyak yang diangkat ke media cetak setelah "dipinang" oleh penerbit untuk mencari keuntungan dari banyaknya peminat fiksi penggemar di kalangan pembaca masa kini. Fiksi penggemar yang diterbitkan hampir seluruhnya merupakan cerita tentang selebriti asal Korea Selatan. Toko buku pun mulai dipenuhi buku-buku fiksi penggemar dengan sampul buku yang merupakan ilustrasi wajah dari selebriti yang digunakan sebagai salah satu tokoh dalam cerita. Hal ini pula yang menjadi masalah. Selain sampul buku, nama tokoh pun ada yang masih menggunakan nama asli selebriti tanpa mengubahnya sama sekali padahal sudah naik ke percetakan. Banyak penggemar yang protes tentang hak cipta dan sejenisnya hingga menentang fiksi penggemar seharusnya tetap ada di internet, tidak perlu dibuat versi cetaknya. Eksistensinya saja sudah diragukan dalam dunia sastra, ditambah lagi masalah pelanggaran hak cipta membuat fiksi penggemar makin diremehkan.
Melalui protes yang sudah disampaikan oleh sesama penggemar, pelanggaran hak cipta pun berhasil diatasi dengan tidak menggunakan sampul buku novel dengan gambar ilustrasi wajah idola serta mengubah nama asli idola menjadi nama lain yang merupakan karangan penulis sendiri. Sementara untuk masalah bahwa fiksi penggemar sebenarnya adalah karya tiruan yang tidak kreatif, bukankah hal tersebut dapat membantu para penulis amatir untuk semakin mengasah kemampuan menulisnya hingga ia dapat membuat karya dari hasil usahanya sendiri? Terus terang saja, penulis yang awalnya hanya mengadaptasi karya orang lain, perlahan akan belajar memahami dunia menulis dan mungkin nanti akan dapat menghasilkan karya yang orisinal. Keuntungan bagi para penggemar yang sebelumnya tidak tertarik pun jadi ingin tahu seperti apa dunia literasi. Berawal dari hanya membaca fiksi penggemar, dapat berakhir menjadi suka membaca karya sastra jenis apapun. Hal ini tentu dapat membantu menaikkan tingkat literasi masyarakat di Indonesia yang rendah.
Popularitas fiksi penggemar sudah tidak perlu diragukan lagi. Kini, di berbagai aplikasi membaca seperti Wattpad bahkan media sosial Twitter pun bertebaran bacaan jenis fiksi penggemar. Toko buku ternama juga sudah banyak menjual novel fiksi penggemar dan bahkan ada rak khusus novel-novel tersebut. Fiksi penggemar semakin menunjukkan eksistensinya dalam dunia sastra Indonesia sebagai salah satu genre sastra populer. Meski masih ada anggapan negatif tentang betapa tidak kreatifnya fiksi penggemar, namun fiksi ini dapat menjadi pintu pertama bagi remaja untuk mulai menyukai karya sastra juga mulai belajar untuk berimajinasi hingga dapat menghasilkan karya yang bermutu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H