Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, suara lantang Aksi Kamisan bagaikan simfoni pilu yang menggema di Ibukota. Selama 17 tahun, para aktivis Aksi Kamisan, dengan baju dan payung hitam, mereka berdiri teguh di depan Istana Merdeka, menuntut keadilan bagi para korban pelanggaran HAM masa lalu.
Setiap Kamis, tanpa lelah, mereka menyuarakan jeritan pilu para korban, anak-anak bangsa yang dirampas hak dan martabatnya. Ibu Pertiwi berduka, luka mendalam akibat penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan tak berdosa masih menganga. Keadilan yang diimpikan bagaikan fatamorgana, kian menjauh di tengah lautan impunitas.
Di sisi lain, terpilihnya Prabowo Subianto, figur yang namanya tercoreng dalam tragedi pelanggaran HAM masa lalu, bagaikan tamparan keras bagi perjuangan Aksi Kamisan. Impunitas merajalela, menandakan bahwa negara masih jauh dari komitmennya untuk menegakkan keadilan.
Ironisnya, ironi ini diperparah dengan situasi HAM di Indonesia yang kian memprihatinkan. Pelanggaran oleh aparat keamanan, kriminalisasi kritik damai, dan represi brutal di Papua menjadi bukti nyata bahwa keadilan masih terkubur dalam-dalam.
Namun, di tengah kesuraman ini, semangat Aksi Kamisan bagaikan lilin kecil yang tak kunjung padam. Semangat mereka membakar api perlawanan, menginspirasi banyak orang untuk bangkit dan menyuarakan keadilan.
Bersatu padu lawan tirani dan tegakkan keadilan untuk semua! Masa depan bangsa ada di tangan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H