Lihat ke Halaman Asli

Haidanto Haidanto

guru sekolah dasar

Menunggu Serangan Fajar

Diperbarui: 26 November 2024   07:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Fenomena serangan fajar telah menjadi salah satu isu yang kerap muncul dalam pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Indonesia. Istilah ini merujuk pada praktik pemberian uang atau barang kepada pemilih oleh kandidat atau tim suksesnya, biasanya dilakukan pada malam atau pagi hari sebelum pemungutan suara berlangsung. Serangan fajar dianggap sebagai bentuk politik uang yang bertujuan untuk memengaruhi pilihan pemilih agar mendukung kandidat tertentu. Meski ilegal dan bertentangan dengan prinsip demokrasi, fenomena ini tetap sulit diberantas karena melibatkan banyak pihak dan sering kali dilakukan secara tersembunyi.

Salah satu faktor utama yang mendorong terjadinya serangan fajar adalah lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran pemilu. Meskipun terdapat aturan yang melarang praktik politik uang, sanksi yang diberikan kepada pelaku sering kali tidak cukup tegas untuk menimbulkan efek jera. Selain itu, masyarakat sering kali merasa enggan melaporkan kejadian tersebut karena kurangnya perlindungan terhadap saksi atau karena sudah terbiasa dengan budaya transaksional dalam politik. Akibatnya, serangan fajar terus berulang dari satu pemilihan ke pemilihan berikutnya.

Faktor lainnya adalah tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah di beberapa daerah. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, bantuan berupa uang tunai atau barang kebutuhan sehari-hari sering kali dianggap sebagai peluang yang tidak boleh dilewatkan. Pemilih cenderung menerima tawaran tersebut karena menganggapnya sebagai "rezeki dadakan," tanpa memikirkan dampak jangka panjang terhadap kualitas demokrasi. Kondisi ini semakin diperparah oleh rendahnya pemahaman sebagian masyarakat tentang pentingnya memilih pemimpin berdasarkan kualitas, visi, dan program kerja, bukan berdasarkan imbalan material.

Dampak serangan fajar terhadap demokrasi sangat merugikan. Praktik ini menciptakan ketidakadilan dalam kontestasi politik, di mana kandidat dengan sumber daya finansial lebih besar memiliki peluang lebih besar untuk menang. Hal ini juga merusak integritas proses demokrasi, karena pemilih tidak lagi memilih secara bebas dan berdasarkan penilaian rasional. Selain itu, politik uang dapat melanggengkan kepemimpinan yang tidak kompeten atau bahkan korup, karena kandidat yang terpilih cenderung lebih fokus mengembalikan "modal" kampanye daripada menjalankan tugas dengan baik.

Upaya untuk memberantas serangan fajar memerlukan pendekatan yang komprehensif. Pertama, pengawasan terhadap pelaksanaan pemilu perlu diperkuat, baik oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) maupun masyarakat sipil. Kedua, edukasi politik kepada masyarakat harus ditingkatkan untuk membangun kesadaran akan pentingnya memilih secara bijak. Ketiga, sanksi terhadap pelaku politik uang, termasuk kandidat dan tim suksesnya, harus diterapkan secara tegas untuk memberikan efek jera. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar mereka tidak mudah tergiur oleh imbalan materi.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan fenomena serangan fajar dapat diminimalkan, sehingga Pemilukada di Indonesia bisa berlangsung lebih bersih dan demokratis. Masyarakat yang sadar akan hak dan tanggung jawabnya sebagai pemilih adalah kunci utama untuk mewujudkan demokrasi yang sehat dan berkualitas. Hanya dengan demikian, proses pemilu dapat melahirkan pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan positif bagi daerahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline