Lihat ke Halaman Asli

Pengalaman Berladang, dan Kekaguman atas Toleransi yang Berada di Wonosobo

Diperbarui: 1 April 2024   13:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

berladang cabe. Hari ke 4 di Desa Buntu,Wonosobo

Menurut Auguste Comte sosiologi berasal dari bahasa latin Socius (teman/masyarakat) dan logos (ilmu), jadi sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pertemanan atau masyarakat.

Pada tanggal 3 maret sampai 8 maret, siswa/i Global prestasi School Bekasi dan Dago melakukan aktifitas local immersion, Dimana kita berkunjung ke sebuah desa di Wonosobo, Bernama “ Desa Buntu”.

Desa buntu merupakan merupakan sebuah desa di wonosobo di area pegunungan, yang cuaca nya dingin ditambahkan musim hujan yang membadai saat siswa/i Global Prestasi mengunjung Desa Wonosobo. Bisa dibilang seperti desa yang baru sedikit tersentuh oleh budaya moderenisasi sehingga masih banyak alam dan tanaman tanaman alami yang mengindahkan pemandangan di local immersion siswa/i yang mengikuti, jauh beda dengan polusi atau panasnya Bekasi dan dago yang mereka sudah terbiasa dengan.

Siswa/i Global Prestasi Meninggali di rumah dan menjadi anak orang tua asuhnya selama 5 hari /4 malam. Warga Desa Buntu/Wonosobo memiliki keberagaman agama, setiap warga wonosobo menganut satu dari enam agama yang diakui di Indonesia dan agama Konghucu yang jarang ditemukan pun juga di anut di desa buntu ini. Tentunya Warga Wonosobo harus memiliki Tradisi dan Toleransi yang tinggi untuk dapat hidup dengan aman dan nyaman detengah semua keberagamannya.

Siswa/i Global Prestasi dikasih tugas sosiologi(Siswa/I Global Prestasi yang memilih jurusan SosHum) di Desa Buntu untuk melakukan penelitian sosial tentang kegiatan kegiatan yang kita lakukan ataupun kegiatan yang dilakukan oleh Masyarakat Wonosobo/Desa Buntu Dalam sehari hari.

Penilitian sosial yang dilakukan penulis kali in merupakan Mata pencaharian Di Desa Buntu Wonosobo, penulis melakukan riset dan bertanya langsung kepada warga warga sekitar yang tinggal di Desa Buntu Wonosobo ini dan bertemu dengan Ibu Reekarti.

Ibu rekarti memiliki 2 anak dan merupakan buruh tani ( memiliki ladang sendiri dan kerja di ladang orang lain). Saat ditanya berapa penghasilannya sehari, “ ya sekitar 30 ribu perhari, tapi itu tidak pasti. Kadang bisa kurang kadang bisa lebih.”

Tentunya itu bisa dibilang masih jauh dari uang yang dibutuhkan untuk hidup sehari-hari, Makanan sehari hari keluarganya mengandalkan hasil panen nya dan bansos (bantuan sosial) kepada desanya. Sedangkan kebanyakan dari uang yang dihasilkan dipakai untuk bayar Listrik dan air.

Tentunya, penghasilannya yang tak cukup untuk kehidupan sehari hari pun tak cukup untuk menghidupinya, Ibu Reekarti tidak memiliki Asset atau Tabungan, mungkin hanya hasil panennya, rumahnya, tanah yang di warisi oleh orang tua nya, dan kendaraan motor 1 yang dapat dibilang sebgai asset yang ia miliki. Serta tabugan pahala yang ia dapatkan dari mengajar ngaji di waktu luangnya (tidak dibayar). Tapi yang penulis ingin kasih perhatian disini adalah bantuan finansial yang ia dapatkan dari sesama warga (merupakan uang pinjaman), Menunjukkan solidartas yang kuat dari sesama warga. disini toleransi antar umat beragama yang berbeda sangat kuat dan turun menurun dari yang tua hingga ke anak anak kecil yang bermain di jalanan desa. sudah seperti tradisi yang turun menurun untuk mengajarkan keturunannya untuk bertoleransi antar agama.

Lusa kemudian, penulis pun turun terjun untuk melihat dan rasakan sendiri rasanya berladang di Desa Buntu, Wonosobo.

penulis naik motor dengan orang tua asuhnya selama 15 menit dan sesampai di ladang, ada 3 teman orang tua asuh nya yang sudah berkerja di ladang dan saling membantu agar kerjanya cepat selesai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline