Lihat ke Halaman Asli

Pendapat Tentang Kepemimpinan Yang Kafir

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengenai kepemimpinan dalam ajaran Al Quran, tidak ada yang salah dengan Al Qur'an surat An Nisa' ayat 144. Kalau kita analisis dalam gramatika bahasa Arab (Nahwu, Shorof, Balagoh) definisi kafir (berasal dari fiil madhi ka-fa-ro) itu adalah orang-orang yang ingkar nikmat, tidak mensyukuri karunia Tuhan dengan menyalahgunakannya pada hal-hal yang buruk, dengan berbagai bentuk kezaliman (termasuk di dalamnya adalah perilaku korupsi). Hal ini berdasar pada Al Qur'an surat Ibrahim ayat 7. "Bila kamu semua bersyukur pasti Aku tambah nikmat bagimu semua, dan bila kamu semua kafir (wa lain-kafar-tum, kafar/kafir=ingkar nikmat/tidak bersyukur) maka sesungguhnya azabku sangat pedih".

Bukan Islam bahasa Arabnya adalah "laisal Islam". Non muslim bahasa Arabnya "ghoirul muslim". Sama sekali tidak ada literatur bahasa Arab yang menunjukkan bahwa non muslim atau bukan Islam bahasa Arabnya adalah kafir. Kalau kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, dimana kata 'kafir' telah mengalami divergensi makna sesuai pemahaman kebanyakan orang walaupun salah kaprah. Tapi bahasa Al Qur'an adalah bahasa Arab. Sebaiknya kita merujuk pada sumber aslinya.

Kafir dan Kufur adalah sama berasal dari fiil madhi ka-fa-ra. Kafir menunjukkan fa'il (subyek yang melakukan) sedangkan kufur menunjukkan jamak (banyak orang yang melakukan perbuatan kafara). Yang perlu dipahami definisi kafir selama ini adalah definisi yang justru tidak berdasar pada Al Qur'an. Jadi sebenarnya Al Qur'an surat An Nisa ayat 144 yang mengandung perintah jangan memilih pemimpin yang kafir adalah JANGAN PILIH PEMIMPIN YANG INGKAR NIKMAT.

Pemimpin yang menggunakan kekuasaannya bukan untuk kebaikan tapi untuk keburukan, kezaliman. Hampir semua kata-kata kafir dalam Al Qur'an dihubungkan dengan ingkarnya kenikmatan dan ketiadaan rasa syukur. Dan kafir itu bisa ditujukan juga untuk muslim itu sendiri, bila dia tidak mau bersyukur dan mengingkari nikmat Tuhannya. Kemudian dalam menafsirkan ayat Al Qur'an disamping membutuhkan kemampuan dalam gramatikal bahasa Arab (mengingat bahasa Al Qur'an adalah bahasa Arab dalam tingkat tinggi), juga memahami Asbanun Nuzul (konteks dan latar belakang diturunkan ayat Al Qur'an). Karena walaupun ayat Al Qur'an adalah firman Tuhan yang mempunyai sifat Mutlak (Absolut) ketika dia di ajarkan dan mencoba diaplikasikan dalam tataran manusia yang mempunya sifat Relativitas (bergantung pada yang lain) dia menggunakan bahasa manusia yang juga mempunyai sifat Relatif. Karena itu tidak pernah bisa ayat Al Qur'an dilepaskan dari konteks (Asbabun Nuzul).

Bila kita memahami Asbabun Nuzul Al Qur'an surat Al Maidah ayat 51 bahwa jangan pilih pemimpin dari orang Nasrani atau Yahudi maka sebenarnya pada saat itu terjadi imperialisme besar-besaran (perang/penyerangan/kezaliman) yang dilakukan oleh Kekaisaran Romawi (pada kebetulan saat itu menggunakan Nasrani sebagai agama nasional mereka) terhadap negeri-negeri di Jazirah Arab. Pada saat itu Muhammad SAW, membangun benteng yang kuat di Tabuk, bukan untuk menyerang tapi lebih untuk membela diri. Juga sebagai strategi menghadapi politik pecah belah (devide et impera) yang dilakukan orang-orang yang kebetulan beragama Yahudi untuk mengadu orang Islam dan orang Nasrani.

Sejarah berabad-abad lamanya telah mengajarkan pada kita bahwa pertumpahan darah akan terus menerus terjadi, lebih karena kepentingan politik dan ego masing-masing. Bila kita berpikir jernih semua ini bukan masalah agama. Sebelum turunnya agama, pertumpahan darah terus menerus terjadi. Karena agama apapun itu bisa ditafsirkan sesuai ego kita masing-masing, radikal, moderat atau liberal. Yang berbuat jahat atau berbuat baik bisa muncul dari orang apapun, dari agama manapun. Bukan masalah agamanya, tapi masalah orangnya. Maka sekarang sebenarnya siapa sebenarnya yang kafir? Sebenarnya adalah orang-orang yang berbuat kezaliman terhadap sesama dan membuat kerusakan di muka bumi. Intinya adalah mari hidup rukun dan damai. Berlomba-lomba dalam kebaikan dan menebarkan kedamaian di muka bumi serta mencari keselamatan dunia - akhirat.

Wallahu a'lam bishawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline