Lihat ke Halaman Asli

Keterbatasan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Wilayah Terdepan, Terluar, Tertinggal (3T): Tantangan dan Solusi

Diperbarui: 4 Juni 2023   13:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Berbicara mengenai pendidikan yang berada di Indonesia saat ini mungkin mengalami beberapa kemajuan. Akan tetapi kemajuan yang terjadi masih belum merata apalagi masih ada beberapa tempat pelosok yang ada di Indonesia yang masih perlu mendapatkan pendidikan yang lebih layak. 

Hal ini tidak sesuai dengan UUD 1945 pasal 32 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Akan tetapi, saat ini masih terdapat diskriminasi dalam memberikan akses pendidikan formal terutama bagi anak berkebutuhan khusus, baik terkait dengan kurangnya sarana dan prasarana di sekolah, maupun ketersediaan tenaga pendidik yang terlatih untuk mengajar anak-anak dengan kebutuhan khusus. 

Sesuai dengan Pasal 38 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, setiap anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan pendidikan. Maka anak-anak penyandang disabilitas juga perlu mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak-anak normal. Apalagi jika terhambat oleh daerah yang tidak mendukung, misalnya di wilayah 3T(Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). 

Salah satu pemenuhan hak pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah melalui pendidikan inklusif. Menurut data dari Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah (Ditjen PAUD Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2021, jumlah sekolah inklusi di Indonesia mencapai 4.076 sekolah. 

Namun, meskipun jumlah sekolah inklusi di Indonesia terus meningkat, masih terdapat beberapa kendala dalam sistem pendidikan inklusif di Indonesia seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. 

Dalam konteks pendidikan inklusif, langkah-langkah untuk menjadi sekolah inklusi dengan penerapan konsep kurikulum ZPD (Zone of Proximal Development) menjadi krusial dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung siswa berkebutuhan khusus. 

Meskipun jumlah sekolah inklusi di Indonesia terus meningkat, masih terdapat kendala dalam sistem pendidikan inklusif, seperti minimnya tenaga pendidik terlatih, kurangnya sarana dan prasarana, serta perluasan jangkauan sekolah inklusi ke wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu, perbaikan sistem sekolah inklusi perlu dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah pemahaman tentang inklusi dan pentingnya pendidikan inklusif bagi semua siswa. Selanjutnya, perencanaan dan komitmen perlu dibuat dengan melibatkan tim perencana yang terdiri dari staf sekolah, guru, staf pendukung, dan orang tua. Dalam langkah ini, di rancanglah rencana inklusi yang komprehensif untuk menciptakan lingkungan inklusif.

Tinjauan kebijakan dan praktik yang ada di sekolah perlu dilakukan untuk memastikan kesesuaian dengan prinsip inklusi. Identifikasi area-area yang perlu diperbaiki atau diperbarui guna meningkatkan efektivitas sistem sekolah inklusi. 

Selanjutnya, pelatihan dan pengembangan staf sekolah menjadi penting untuk memastikan bahwa semua staf memiliki pemahaman yang kuat tentang inklusi dan keterampilan yang diperlukan untuk menerapkannya.

Proses penilaian dan identifikasi kebutuhan khusus siswa merupakan langkah penting dalam pendekatan inklusif. Dengan melakukan penilaian yang komprehensif, sekolah dapat mengidentifikasi kebutuhan khusus setiap siswa dan melibatkan orang tua serta profesional terkait dalam proses ini. Hal ini memastikan bahwa pengumpulan informasi dilakukan dengan cermat dan kebutuhan khusus siswa dapat ditangani secara efektif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline