Seorang sahabat virtual Facebook saya, sebutlah JK, yang menurut saya sangat cerdas dan sangat terobsesi untuk membiakkan uang, menulis catatan awal tahun yang menarik.
Bukan soal Dandim di Kediri yang men-sweeping "buku-buku PKI." Juga bukan soal si Dandim yang berfoto ria di Lapangan Tiananmen, Beijing, seraya jari-jarinya seolah menjepit Ketua Mao. Ini soal lain.
Kawan saya ini menulis tentang soto dan sate. "Soto diciptakan untuk PNS," demikian tuduhnya. Sebuah tuduhan yang amat serius bukan?
"Sewaktu jaman orba, setelah apel pagi, para kabag/kasi hingga staff meninggalkan kantor untuk makan soto. Menjelang jam 11'an siang, barulah kembali dan bekerja - meladeni masyarakat. Sejam saja," demikian lanjutnya.
"Nanti saat istirahat siang, jalan-jalan kedua adalah perkara sate. Tusukan terakhir masuk mulut jelang jam 3 sore. Inilah mengapa dulu warung soto dan sate bisa ditemukan tak jauh dari instansi para pegawai," tulisnya.
Menurut saya, ini pengamatan yang jeli. Mungkin tidak semua PNS Orba demikian. Tapi, kalau melihat pengalaman, kok ya kayaknya iya.
Untuk sebagian masyarakat Indonesia, khususnya dari golongan priyayi, soto adalah makanan pagi. Tapi bukan sarapan. Orang Indonesia sarapan dengan teh, kopi, dan penganan kecil seperti pisang goreng, misalnya.
Soto adalah apa yang oleh kebudayaan berbahasa Inggris disebut sebagai "brunch" atau breakfast-lunch. Makanan tengah hari yang dimakan sesudah waktu sarapan namun sebelum makan siang.
Jadi, bisa Anda bayangkan betapa jembarnya perut para priyayi kita. Pagi sarapan, lewat apel pagi, nyoto, siang nyate. Pulang ke rumah ada teh manis dengan panganan. Nanti sehabis maghrib makan malam. Itulah jadwal kerja mereka.
Nah, persoalan soto ini membawa saya ke priyayi yang lain. Namanya adalah Letkol Suharto. Sodara kenal dia?
Sesudah tidak menjadi Letkol, Suharto ini menjadi presiden. Nah, sewaktu jadi presiden itu dia membikin, atau menyuruh bikin, tepatnya beberapa film tentang dirinya. Atau, paling tidak dia yang jadi tokoh utamanya. Salah satunya adalah film yang seakan jadi wajib tayang oleh tentara kita, yaitu film "Pengkhianatan G30S/PKI."