Dalam beberapa waktu ini Kratom atau Daun Kratom banyak diperbincangkan mengenai pro dan kontranya hal ini dalam masyarakat, hal ini diperdebatkan karena menurut beberapa penelitian bahwa Daun Kratom memiliki senyawa opioid yang mampu memicu kecanduan hingga kematian sehingga FDA menghimbau untuk tidak mengkonsumsi tanaman tersebut karena ditakutkan akan menyebabkan kecanduan, penyalahgunaan, dan ketergantungan.
Kratom atau Mitragyna speciosa terkadang juga disebut Daun Purik adalah pohon dari keluarga kopi yang tumbuh dikawasan tropis Asia Tenggara. Tanaman ini dapat ditemukan di Thailand, Malaysia, Myanmar, Papua Nugini dan tentunya Indonesia.
Kratom tumbuh setinggi 4-16 meter dan masyarakat biasa memanfaatkan bagian daunnya yang memiliki lebar melebihi telapak tangan orang dewasa. Dikatakan dalam wikipedia bahwa Kratom sudah digunakan sebagai bahan herbal pengobatan tradisional sejak abad ke-19 dan tentunya tumbuhan ini sudah akrab keberadaannya dalam masyarakat kita tak terkecuali Masyarakat Melayu di Kapuas Hulu.
Sejak dulu, para petani dan nelayan biasa mengonsumsi Kratom sebagai herbal stimulan yang amat diyakini berkhasiat sekali sebagai pendongkrak produktivitas dan gairah dalam berkerja serta mengusir rasa lelah.
Biasanya para nelayan dan petani mengonsumsi Kratom dengan cara dikunyah seperti "Menyirih" ataupun menyeduhnya seperti mengonsumsi Teh, selain itu Kratom juga sering digunakan sebagai tanaman herbal untuk mengobati penyakit diare, pereda nyeri, batuk dan darah tinggi.
Nah, mengapa Kratom dapat memiliki khasiat yang demikian hal ini telah diteliti oleh Erdward W. Boyer seorang Profesor yang menekuni bidang pengobatan darurat di University of Massachusetts Medical School menurut hasil penelitiannya Kratom bisa memiliki khasiat yang positif apabila dikonsumsi dalam dosis rendah dimana Kratom dapat berperan sebagai Stimulan serta membantu meningkatkan fokus.
Sementara untuk penggunaan dengan dosis tinggi, Kratom bisa menjadi obat penenang yang menghasilkan efek anti nyeri layaknya candu. Sensasi relaksasi yang dirasakan oleh para konsumen Kratom ini disebabkan kandungan aktif Kratom yakni mitragynine dan 7 hydroxymitragynine yang mengikat pada opioid reseptor di dalam tubuh konsumennya dan cenderung memberikan efek sedatif seperti narkotika sehingga Drug Enforcement Administration (DEA) mengatakan bahwa konsumsi Kratom berlebih dapat menyebabkan gejala psikotik dan kecanduan psikologis.
Di Indonesia sendiri, Kratom masih legal ditanam dan diperjual belikan secara bebas bahkan mudah menjumpai penjualannya secara Online meskipun Badan Narkotika Nasional (BNN) telah merekomendasikan Kratom untuk dimasukan kedalam kelompok Narkotika Jenis Baru.
Hal ini disebabkan karena Kratom belum masuk dalam daftar narkotika jenis baru yang diterbitkan dalam peraturan menteri kesehatan terbaru nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan Penggolongan narkotika.
Oleh sebab belum masuknya Kratom dalam daftar tersebut, Kratom hingga saat ini masih bisa diperjualbelikan secara bebas tanpa larangan yang mengikat dari pemerintah.
Badan POM sebenarnya juga telah melarang penggunaan Kratom sebagai obat tradisional dan suplemen makanan. Hal ini diwujudkan melalui keputusan kepala badan POM Nomor HK 00.05.23.3644 tahun 2004 tentang ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen makanan dan peraturan kepala badan POM tahun 2005 Nomor HK 00.05.41.1384 tentang kriteria dan tatalaksana pendaftaran obat tradisional,