Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Hafiz Ansyari

Guru di MIS NOR RAHMAN Banjarmasin

Etika dan Guru dalam Perspektif Islam: Pilar Utama Pendidikan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia

Diperbarui: 23 Mei 2024   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pendahuluan

Dalam pandangan Islam, etika dan peran guru merupakan dua elemen yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya membentuk sebuah kesatuan organis yang saling mendukung (Kabir, 2013; Moghaddam et al., 2016). Oleh karena itu, kualitas proses pendidikan sangat bergantung pada peran dan kualitas guru (Darling-Hammond, 2005). Guru, sering kali disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, adalah pilar utama dalam proses belajar mengajar dan memainkan peran penting dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan (Muthoifin et al., 2013).

Pentingnya Etika Guru

Dalam dunia pendidikan, etika guru mencerminkan perilaku yang baik dan menjadi indikator utama kemajuan pendidikan (Joseph, 2016). Namun, dewasa ini, banyak guru yang cenderung melupakan komitmen pendidikan yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu "ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" (Muthoifin et al., 2013). Komitmen ini menegaskan bahwa etika atau adab merupakan aspek yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh guru agar ilmu yang mereka ajarkan dapat menjadi teladan dan menghiasi kebaikan dalam kehidupan (Sulaiman et al., 2019).

Definisi dan Konsep Etika dalam Islam

Etika atau adab dalam Islam mengantarkan guru ke derajat keagungan (Purwaningsih & Muliyandari, 2021). Etika, yang berasal dari bahasa Yunani "ethos," berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam konteks Islam, etika sering disetarakan dengan akhlak (Moghaddam et al., 2016). Dalam bahasa Indonesia, etika, moral, dan akhlak sering disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, kesusilaan, perangai, tatakrama, dan sopan santun (Husaini, 2013). Oleh karena itu, etika mencakup semua perbuatan, totalitas tindakan, atau perilaku manusia yang dinilai berdasarkan kriteria baik dan buruk (Hosaini, 2021; Ismail, 2002).

Menurut Ibnu Hazm, etika memiliki sistem yang luas yang berakar pada kebaikan atau kebajikan yang mencakup keadilan (al-adl), intelegensi (al-fahm), keberanian (al-najdah), dan kedermawanan (al-jud). Keadilan dan kedermawanan mengandung amanah (kejujuran) dan iffah (kesederhanaan), sedangkan kesucian atau ketulusan dan kesabaran (al-nazahah wa al-shabar) merupakan perpaduan dari keberanian dan kedermawanan. Sikap penuh pengertian dan ketenangan (al-hilm) juga merupakan bagian dari keberanian (Muhbib, 2000).

Profesionalisme Guru dalam Islam

Profesionalisme guru hanya dapat dicapai jika guru memahami unsur-unsur yang membentuk identitas mereka sebagai agen perubahan di masyarakat (Darling-Hammond, 2005; Joseph, 2016; Purwaningsih & Muliyandari, 2021). Dalam Islam, profesi harus dijalani karena Allah. Dengan kata lain, profesi dalam Islam harus dijalani dengan kesadaran bahwa itu adalah perintah Allah (Tafsir, 2010). Profesionalisme guru adalah manifestasi dari kemampuan tinggi (profesional) dalam melaksanakan tugas keguruan sebagai sumber kehidupan (Syah, 2013).

Dalam literatur kependidikan Islam, guru sering disebut dengan berbagai istilah seperti ustadz, mu'allim, murabby, mursyid, mudarris, dan mu'addib (Muhaimin, 2003). Dari telaah terhadap istilah-istilah dan makna guru dalam literatur kependidikan Islam, ditemukan bahwa guru adalah individu yang memiliki beberapa karakteristik penting (Daradjat, 1982; Kabir, 2013; Purwaningsih & Muliyandari, 2021; Sulaiman et al., 2019).

Kesimpulan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline