Ini adalah pengalaman yang tak terlupakan bagi saya, ketika naik taksi di Lombok. Kisah ini bermula saat saya datang ke Lombok, pada Hari Senin 16 November 2015 dari Jakarta. Saya tiba di Bandara Internasional Lombok (BIL) sekitar pukul 19.00. Dari BIL saya menggunakan transportasi umum Damri dari Bandara menuju Pool Damri Sweta, Kota Mataram. Tak ada masalah dalam perjalanan menggunakan Damri. Selain lancar, para awak Damri pun ramah, menambah rasa senang tiba di Lombok.
Namun rasa senang selama perjalanan dari BIL ke Pool Damri Sweta, Kota Mataram mendadak lenyap. Kisahnya berawal saat saya yang secara reflex naik taksi Blue Bird yang masuk ke area Pool Damri setelah taksi tersebut menurunkan penumpang. Saya berpikir bahwa saya bisa naik langsung dan meminta diantar ke Kota Mataram. Sopir taksi Blue Bird tak ada masalah, namun masalah muncul ketika taksi Blue Bird yang saya tumpangi dicegat sejumlah orang. Si pencegat meminta sopir Blue Bird menurunkan saya dan saya mengatakan kepada si pencegat bahwa saya naik taksi pilihan saya. Namun apa yang terjadi? Si pencegat menghardik dan mengatakan bahwa tidak boleh naik taksi di Pool Damri kalau taksi tidak antre, karena masih banyak taksi lain yang antre menunggu penumpang.
Saya pun memilih mengalah, meskipun saya tidak suka dengan caranya menghardik. Saya memilih turun ketimbang saya meladeni si pencegat karena khawatir terjadi aksi yang tentunya merugikan. Saya memilih turun dari taksi Blue Bird dan berjalan kembali beberapa meter menjauh dari Pool Damri untuk naik taksi Blue Bird yang sama. Saya naik taksi Blue Bird karena taksi itu pilihan saya.
Saya memang mengakui bahwa banyak taksi dari berbagai armada di luar Pool Damri (pinggir jalan) yang mangkal dan menjadikan pinggir jalan sebagai “Terminal Bayangan”. Namun anehnya, penumpang tidak diberikan pilihan, memilih armada taksi yang disukai atau lebih dipercaya. Penumpang diharuskan naik taksi berdasarkan antrean, padahal belum tentu taksi yang berada diantrean terdepan adalah taksi yang ingin ditumpangi sang penumpang.
Tidak ada yang salah dari apa yang dilakukan para pengemudi taksi yang antre menunggu penumpang. Namun aneh saja jika, penumpang “dipaksa” naik taksi berdasarkan antrean taksi yang mangkal. Kalau taksi yang kebetulan dinaiki sesuai dengan keinginan, barangkali ini tidak menjadi masalah. Masalahnya, jika taksi yang berada di antrean terdepan harus dinaiki oleh penumpang yang menolak naik taksi bersangkutan. Penumpang adalah raja … apakah hukum dan aturan sudah dibuat semaunya.
Mohon aparat melakukan penertiban terhadap armada taksi yang “memaksa” penumpang di “Terminal Bayangan” depan Pool Damri Sweta, Kota Mataram. Saya tidak ingin nama Lombok dan NTB pada umumnya tercoreng, hanya gara-gara “memaksa”. Apalagi Lombok gencar mempromosikan pariwisata. Pelayanan yang baik bagi wisatawan yang datang adalah hal utama …
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H