Lihat ke Halaman Asli

Televisi Penyebab Pembunuhan di 3 Negara

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://3.bp.blogspot.com/-VayIDVE0tL0/Tj2R5q89ujI/AAAAAAAAAO4/tQZ1ElFbF0c/s1600/anak-nonton-tv.jpg

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="http://3.bp.blogspot.com/-VayIDVE0tL0/Tj2R5q89ujI/AAAAAAAAAO4/tQZ1ElFbF0c/s1600/anak-nonton-tv.jpg"][/caption]

Kita terhentak dan kaget, melihat kenyataan pahit yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan. Dunia hukum ditunggangi penguasa dan disesaki mafia-mafia peradilan. Ironis memang, melihat para manusia berperilaku bejat itu justru adalah orang-orang berdasi dengan setumpuk pangkat di seragamnya. Kalau penegak hukum tidak lagi berjalan sesuai hukum, lantas siapa yang harus kita percaya dalam melaksanakan misi mulia, penegakkan hukum di Indonesia?

Hampir setiap hari pula, kita dipertontonkan berita-berita kriminal yang semakin hari semakin menjadi. Mulai dari kasus pencopetan, pemerkosaan, pembunuhan, hingga kasus mutilasi yang sebenarnya menurut pandangan saya tidak pantas disajikan di muka umum.

Belum lagi tindakan-tindakan kekerasan yang sudah memasuki dunia generasi muda kita. Dengan dalih demokrasi, kaum muda intelektual melancarkan aksi-aksi brutal dan anarkisnya. Bukan bermaksud menolak gerakan aksi mahasiswa, akan tetapi apalah artinya alasan membela rakyat tetapi malah menyengsarakan rakyat dan menghancurkan image "generasi penerus bangsa."

Kondisi yang sudah sedemikian parah ini hendaknya menjadi perhatian kita bersama. Pantas dipertanyakan, apa yang salah dengan bangsa Indonesia? Apa penyebab terjadinya kelunturan dan krisis moral bangsa kita? Dari manakah kita bisa mulai memperbaiki semua kekacauan ini?

Tidak dapat dipungkiri, televisi saat ini telah menjadi sarana hiburan yang sangat digemari masyarakat dari semua kalangan. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga para orangtua. Masalahnya, program-program yang ditayangkan tidak lebih dari sekedar sampah belaka yang sebagian besar mengajarkan pola hidup konsumtif, murahan, dan tak mendidik. Acara-acara seperti gosip selebritis yang sama sekali tidak ada manfaatnya, kecuali untuk kesenangan membicarakan aib orang lain ataupun sinetron-sinetron yang di dalamnya banyak ditemukan adegan-adegan kekerasan dan perilaku amoral serta asusila. Atau juga berita-berita kriminal yang menampilkan kebiadaban dan hilangnya rasa kemanusiaan serta hati nurani.

Sebuah survei dilakukan oleh Christian Science Monitor tahun 1996 terhadap 1.209 orangtua yang memiliki anak umur 2-17 tahun. Terhadap pertanyaan seberapa jauh kekerasan di TV memengaruhi anak, 56% responden menjawab amat memengaruhi. Sisanya, 26% memengaruhi, 5% cukup memengaruhi, dan 11% tidak memengaruhi.

Hasil penelitian Dr. Brandon Centerwall dari Universitas Washington memperkuat survei itu. Ia mencari hubungan statistik antara meningkatnya tingkat kejahatan yang berbentuk kekerasan dan masuknya TV di tiga negara (Kanada, Amerika, dan Afrika Selatan). Fokus penelitian adalah orang kulit putih. Hasilnya, di Kanada dan Amerika tingkat pembunuhan diantara penduduk kulit putih naik hampir 100%. Dalam kurun waktu yang sama, kepemilikan TV meningkat dengan perbandingan yang sejajar. Di Afrika Selatan, siaran TV baru diizinkan tahun 1975. Penelitian Centerwall dari 1975-1983 menunjukkan, tingkat pembunuhan diantara kulit putih meningkat 130%. Padahal antara 1945-1974, tingkat pembunuhan justru menurun.

Fakta-fakta di atas menyadarkan kita bahwa begitu besar sumbangan televisi dalam upaya penghancuran moral bangsa. Tindakan kriminal, kekerasan, korupsi, tak bertanggung jawab, tidak peduli, dan gaya hidup bebas yang menyerang bangsa Indonesia saat ini adalah sedikit dari daftar panjang permasalahan yang disebabkan oleh media televisi.

Oleh karena itu, bijaklah dalam menonton televisi. Pilihlah acara-acara TV yang mendidik dan bermanfaat bagi kemajuan pribadi dan bangsa. Bahkan kalau perlu, jangan ada TV di rumah..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline