Masyarakat digital sudah dihebohkan dengan peluncuran film dokumenter produksi Watchdoc terbaru, yaitu Sexy Killers. Seperti judulnya, film ini begitu seksi untuk dinikmati bagi mereka yang gemar dengan isu-isu antara ada dan tiada. Kadang panas untuk dibicarakan, kadang seakan tidak pernah terjadi apa-apa.
Sexy Killers kurang-lebih mencoba menarik benang merah dalam menggambarkan bisnis batu bara yang memiliki pengaruh terhadap sosial dan ekonomi yang ternyata dekat dengan kita, setiap individu yang hidup di Negara Indonesia. Dengan di ujung benangnya memberi daftar nama-nama yang kemungkinan terlibat sekaligus pemilik tanggung jawab atas pengaruh dari bisnis ini
Batu bara adalah sumber tenaga yang paling dekat dan sering digunakan. Bahkan kita yang tidak pernah benar-benar membeli batu bara secara langsung pun menikmati sumber tenaga hasil dari batu bara itu sendiri. Namun alih-alih menikmati, mereka justru tersiksa dan merugi karena batu bara. Benarkah ada yang rugi? Siapa mereka yang merugi?
Dalam film ini, Watchdoc menggambarkan batu bara yang memiliki dampak dari setiap prosesnya. Dari si batu bara diambil sampai digunakan. Setiap keburukan dan kerugian yang diberikan tengah diperjelas secara gamblang dalam film ini.
Berawal dari penggambaran proses pengerukan untuk pengambilan batu bara, yang berdampak keras terhadap lingkungan desa sekitarnya. Terjadi di Kalimantan Timur, pengerukan berdampak pada dua kerusakan yang signifikan, yaitu ketiadaan air bersih, dan tanah yang mengering dan bergeser.
Di salah satu desanya, air sudah tidak mengalir dari sumber mata air mereka pada awalnya. Karena satu-satunya gunung yang menghasilkan sumber air untuk desa sudah tiada. Kini mereka hanya bisa mengandalkan air hujan untuk sumber air atau mengambil dari sumur yang jauh yang bahkan sudah tercemar lumpur dari pertambangan.
Di sisi desa lain tanah mulai bergeser dan bahkan ada pemukiman dan jalan yang sudah ambles. Hal tersebut terjadi karena area tambang terlalu dekat dengan wilayah desa. Kendati dalam peraturannya, area tambang dan pemukiman perlu memiliki jarak 500 meter. Tetapi sepertinya salah satu perusahaan tambang batu bara tengah mengabaikan peraturan tersebut.
Berbicara peraturan, ada peraturan lain yang diabaikan oleh para perusahaan tambang. Hasil pengerukan atau penggalian tambang memberikan bekas, yaitu lobang besar. Seharusnya lobang-lobang ini ditutup kembali oleh para perusahaan. Namun malah dibiarkan begitu saja dan menjadi kubangan raksasa bak danau wisata. Sehingga banyak korban di kubangan tersebut. banyak anak tenggelam dan kehilangan nyawa karena perusahaan tidak mengikuti aturan untuk menutup kembali galian mereka.
Setelah menggali perut bumi, batu bara dikirim ke pihak yang membutuhkan. Tergantung kemana batu bara akan dikirimkan. Namun untuk dikirimkan ke pulau Jawa, maka perjalanan pengiriminnya tidak lain dan tidak bukan melalui jalur laut. Dengan kapal tongkang, batu bara dikirim melintasi laut jawa dari Kalimantan menuju Jawa.
Watchdoc menampilkan gambar di mana banyak kapal tongkang seperti berbaris di dekat Pulau Wisata Karimunjawa, tepat di Kawasan Konservasi Laut Karimunjawa. Kemudian para kapal ini sembari mengantri masuk entah kemana, mereka menurunkan jangkar-jangkar mereka. Sehingga merusak karang dan biota laut lainnya. Ditambah lagi jika cuaca sedang buruk, batu bara kemungkinan berjatuhan ke laut. Angin kencang pun dapat menyemburkan debu dari batu bara ke laut dan udara di sekitar pulau.
Tidak cukup merusak daratan, laut juga diambil alih si batu bara untuk dicemarinya. Setelah batu bara dikirimkan ke pihak yang membutuhkan. Maka dilema masyarakat akan dampak buruk batu bara bisa jadi hanya bias. Batu bara dikirimkan ke PLTU untuk memberikan energi dan menghasilkan listrik yang disebar di daerah sekitaran pembangkit.