Lihat ke Halaman Asli

Hafis Rahamn

Mahasiswa

Etika Berinteraksi dalam Media Sosial

Diperbarui: 22 Juni 2023   18:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Saat ini adalah zaman di mana semuaya serba teknologi, mulai dari terjadinya revolusi industri yang merubah banyak pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh manusia menjadi mesin-mesin canggih yang bergerak secara otomatis. Termasuk di bidang komunikasi yang dulunya kita harus bertemu langsung untuk berkomunikasi dan memakai surat untuk bertukar kabar. Namun dengan berkembanya teknologi yang memunculkan media sosial sangat mengubah kehidupan kita, kita bisa berkomunikasi di mana pun, kapan pun, sejauh apapun. Dengan kemudahan itu saat ini media sosial bukan lagi menjadi pilihan namun sebuah kebutuhan. Dengan media sosial kita bisa memperoleh informasi-informasi dengan mudah dan dapat menjalin relasi bahkan dengan orang-orang yang hanya kita kenal melalui dunia maya.

Di Indonesia sendiri sejak tahun 2010 media sosial mulai populer dengan di ikuti hadirnya Instagram yang menjadi jejaring sosial yang cukup diminati. Penggunaan media sosial di indonesia marupakan aplikasi jejaring pertemanan dan informasi yang saat ini hampir seluruh rakyat indonesia memilikinya dan menggunakanya hampir setiap hari. Seiring perkembangan zaman media sosial saat ini juga beragam seperti facebook, twitter, instagram, line dan masih banyak lagi. Namun dengan mudahnya orang berpendapat, mengomentari dan bebas memosting etika seringkali ditinggalkan dalam media sosial. Padahal interaksi yang dilakukan di media sosial juga harus tetap memerhatikan etika agar segala aktivitas kita dalam media sosial tidak berdampak buruk pada oranglain dan diri kita sendiri. Kita harus lebih memperhatikan masalah ini karna di indonesia sendiri media sosial sudah menjadi trend dengan pengguna mencapai lebih dari 50 juta akun (Instagram), 15,3 juta akun (facebook), 6,2 juta akun (twitter). Berdasarkan perkembangannya, Indonesia berada di urutan ke dua dunia setelah Amerika Serikat sebagai negara dengan penduduknya sebagai pengguna media sosial.

Kemajuan teknologi saat ini juga memudahkan masuknya budaya-budaya asing dan dapat di akses semua orang salah satunya melalui media sosial, hal ini menjadi pemicu lunturnya nilai-nilai norma dalam masyarakat dan memudarnya budaya asli negri kita. Lunturnya nilai-nilai norma adalah salah satu hal yang memicu kurangnya dan mengabaikan etika dalam bermedia, masih banyak kasus-kasus penyalahgunaan media sosial yang terjadi hal ini lah yang melatarbelakangi penulis untuk membuat sebuah artikel yang berjudul etika berinteraksi dalam media sosial. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai etika berinteraksi dalam media sosial kita harus memahami apa itu etika. Secara etimologis (asal kata), istilah etika juga berasal dari kata latin ethicus yang berarti kebiasaan. Sesuatu dianggap etis atau baik ketika sesuai dengan konvensi masyarakat. Pengertian lain dari etika adalah ilmu atau ilmu yang bersangkutan dengan tindakan atau tingkah laku manusia, apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Etika juga disebut sebagai ilmu normatif, sehingga di dalamnya terkandung peraturan-peraturan yang dapat menjadi acuan dalam menilai baik buruknya suatu perilaku (githahanafi.blogspot.com). Jadi etika adalah sebuah acuan untuk menilai baik dan buruknya suatu tindakan dan prilaku manusia.

Sedangkan interaksi adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang per orang dan kelompok manusia. Yang dimaksud dinamis adalah bahwa interaksi akan memungkinkan suatu individu atau kelompok berubah. Dalam kajian sosiologis ada berapa syarat pemicu terjadinya interaksi salah satunya adalah kontak sosial, kontak sosial adalah hubungan yang saling mempengaruhi seperti saat adanya pertukaran informasi pastinya akan merubah cara pandang atau mengetahui apa yang sebelumnya tidak di ketahui. Kebanyakan orang menafsirkan kontak sosial adalah kontak secara fisik seperti bersentuhan namun dengan saling mempengaruhi sudah dapat di sebut kontak sosial. Mengutip (Nurani Soyomukti,2014) Kontak sosial juga dapat bersifat primer dan sekunder. Dalam kontak sosial primer, dua orang yang bersentuhan secara langsung tidak menggunakan media atau sarana lain seperti telepon, dll. Mereka berjabat tangan, saling memandang dan tersenyum satu sama lain. Sebaliknya, dalam kontak sosial sekunder, kedua subjek kontak menggunakan media atau sumber daya tertentu. Jadi interaksi yang terjadi dalam media merupakan kontak sosial sekunder.

PEMBAHASAN

Pada dasarnya sebagai jejaring sosial virtual, individu-individu yang terhubung dalam media sosial memiliki tipe yang berbeda-beda. Berdasarkan 69 riset The Office of Communications salah satu regulator komunikasi di Inggris kepada 39 pengguna dan 13 non-pengguna situs jejaring sosial dan mendapatkan lima tipe pengguna media sosial, yaitu, (1) Alpha socializer (pengguna sosial), yakni pengguna biasa yang sering menggunakan situs jejaring sosial, tetapi hanya untuk bertemu orang-orang baru; (2) Attention seekers (pencari perhatian), adalah pengguna yang menunggu perhatian dan komentar dari orang lain dengan sering mem-posting foto-foto diri mereka sendiri dan teman-teman; (3) Followers (pengikut), pengguna yang mengikuti pengguna lainnya agar tidak ketinggalan perkembangan terhadap apa yang ia ikuti; (4) Faithfuls (pengguna setia), pengguna yang ingin menghidupkan kembali persahabatan lama; dan (5) Functionals (pengguna fungsional), pengguna yang mengakses internet untuk tujuan tertentu, seperti mengunduh musik dan film. Secara implisit, dari penelitian ini dapat kita ketahui bahwa motivasi yang terhubung untuk menggunakan internet, khususnya jejaring sosial, adalah untuk bersosialisasi, membentuk dan memelihara hubungan, serta mencari informasi atau hiburan (Monggilo, dalam Yuhdi Fahrimal, 2018).

Hadirnya media sosial memang membawa peubahan besar bagi kehidupan manusia salah satunya hadirnya pekerjaan-pekerjaan baru seperti selebgram dan youtuber yang dapat meningkatkan popularitas serta menjadi profesi yang cukup menghasilkan. Tidak heran jika saat ini banyak anak-anak muda yang ingin menjadi youtuber atau selebgram, tentunya tidak hanya itu masih banyak pekerjaan-pekerjaan baru yang timbul seiring berkembangnya media sosial. Seiring berkembanya media sosial juga membawa perubahan kepada generasi muda atau biasa di sebut generasi milenial, dengan media sosial generasi milenial lebih mudah mengetahui hal-hal baru dan meningkatnya kreativitas karna lebih mudah mencari refrensi yang beragam. Generasi milenial juga cenderung menbaca atau mengakses berita melalui media sosial hal ini sependapat dengan hasil penelitian (Ira Anisa Purawinangun dan Maulana Yusuf, 2020) yaitu dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa generasi milenial memilih menggunakan media sosial untuk mengakses berita dan informasi terkini yang belum tertuang di dalam media cetak, kecepatan dan ketepatan informasi yang diperoleh melalui siaran resmi dari badan atau lembaga bersangkutan yang kredibel, membuat media sosial unggul di kalangan generasi milenial untuk mengakses berita, kesehatan, gaya hidup, hingga hiburan.

Segala aktivitas yang kita lakukan saat ini tidak akan terlepas dengan internet dan daring, dan aplikasi-aplikasi media sosial tentu menjadi sebuah alat untuk berinteraksi yang sangat populer dan dunia maya sudah bisa di bilang kehidupan kedua kita. Sebagai contoh apa pun kegiatan kita sering kita uploud di media sosial yang notabenya adalah media massa jadi sebenarnya ada aturan-aturan yang mengikat para penggunanya. Orang cenderung bebas menggunakan media sosial tanpa pikir panjang tanpa tau apa sebab dan alibat yang di timbulkan karna mayoritas orang berpikir itu hanya dunia maya sebagai contoh saat ada orang tidak di kenal  terjatuh di depan kita apakah kita akan tertawa pasti kita akan berpikir berulang kali untuk tertawa karna ada suatu perasaan yang manusiawi untuk menolong atau timbul suatu simpati namun hal ini berlaku sebaliknya di media sosial beberapa vidio seperti orang terjatuh ke sungai dll menjadi sebuah candaan atau hiburan hal ini membuktikan perbedaan pada ruang publik secara realita dan rung publik pada media sosial. Perbedaan inilah salah satu  penyebab minimnya etika saat bermedia. Tidak bertemu secara langsung saat adanya interaksi dalam dunia maya atau media sosial menimbulkan orang lebih berani untuk berpendapat dan mengomentari karna orang yang kita komentari mungkin tidak mengenal kita jadi untuk menghina atau populer di sebut menghujat pada media sosial lebih rentan terjadi, tidak jarang terjadi kasus-kasus bullying dalam media sosial yang tentu berimbas buruk pada korbanya, Hal ini juga di dukung dengan hasil resert Kowalski (2015) yang menghasilkan bahwa tren cyberbullying sangat tinggi di media sosial. Pelaku didominasi oleh remaja yang sering menyerang teman sebaya mereka dalam ruangruang komentar.

Pada dasarnya pengguna media sosial adalah manusi jadi aspek etika harus di kedepankan, etika dalam menggunakan internet atau media sosial juga di sebut (netiquette). Sama seperti aturan etika di dunia nyata, netiquette juga mendorong para pengguna untuk taat pada aturan etis dan moral yang meskipun tidak tertulis untuk menciptakan ruang bersama yang nyaman, tentram, dan damai. Namun, aturan-aturan ini terkadang sengaja diabaikan khususnya oleh generasi milenial. Mereka merasa ingin bebas dan menjadikan ruang siber sebagai ruang privasi alih-alih ruang publik. Pelanggaran etika di ruang siber dapat berupa penyebaran informasi palsu, transaksi illegal, penipuan, penyedotan data, cybebullying, pronografi, human trafficking, ujaran kebencian, dan lain sebagainya (Monggilo dalam Yuhdi Fahrimal, 2018)

Di balik semua kemudahan dan manfaat adanya media sosial masih banyak dampak negatif yang juga timbul dan sangat berdampak pada masyarakat seperti kecanduan mengunakan media sosial yang menyebabkan malas melakukan sesuatu dan ingin semuanya serba instant. Terutama pada generasi milenial yang sudah merasakan gempuran teknologi sejak lahir di bandingkan generasi x yang masih cenderung dapat mengendalikan penggunaan media sosial karna belum begitu terkontaminasi oleh perkembangan teknologi. Dengan kebebasan menggunakan media sosial di mana saja kapan saja membuat membuat kita terlena dan tanpa sadar sudah aktif berjam-jam. Belum lagi kebebasan bermedia juga seringkali mengabaikan norma-norma yang sebenarnya ada dan berlaku sama seperti pada saat di dunia nyata karana kita juga berinteraksi dengan manusia hanya saja melalui media. Perlu di perhatikan juga saat memposting  foto atau vidio di media sosal karna apa yang kita posting dapat di lihat banyak orang dan terus terdokumentasi di media sosial tersebut. Seringkali kejadian-kejadian yang seharusnya tidak di sebarluaskan seperti vidio atau foto kekerasan, pornografi, berita hoax dll malah diposting hanya untuk mendapat viwers yang banyak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline