Di sudut kamar, tas tua tergeletak,
Kulitnya kusam, sabuknya retak.
Namun ia menyimpan ribuan kisah,
Tentang langkah yang tak pernah lelah.
Ia pernah menahan beban mimpi,
Membawa buku, pena, dan rindu yang sepi.
Menempuh jalan berbatu dan berdebu,
Menjadi saksi waktu yang berlalu.
Di bahunya, perjalanan terlukis,
Dari pegunungan hingga kota yang menangis.
Tas tua, kau adalah teman setia,
Mengiringi pemilikmu mengejar asa.
Setiap noda di tubuhmu adalah cerita,
Tentang hujan deras dan mentari yang menyapa.
Kau tak mengeluh, tak pernah menyerah,
Meski terkadang bebanmu terlalu parah.
Kancingmu yang longgar berbicara pelan,
Tentang rahasia yang pernah disimpan.
Surat cinta, coretan mimpi yang sirna,
Semua tertata dalam ruang kecilmu yang fana.
Tas tua, kau adalah penjaga kenangan,
Langkahmu melintasi zaman dan harapan.
Meski kini kau mulai terpinggirkan,
Jiwamu abadi dalam ingatan.
Kau bukan sekadar benda mati,
Kau saksi hidup dari perjalanan hati.
Dari tawa hingga tangis yang tertumpah,
Kau menyerap semuanya tanpa salah.
Kini, di sudut sunyi kau beristirahat,
Menggenggam ribuan jejak tanpa penat.
Tas tua, kau tak pernah usang,
Dalam dirimu, ribuan langkah terus berjuang.
Saat aku menatapmu, ada rasa terima,
Bahwa setiap perjalanan punya makna.
Kau adalah tas tua yang penuh cerita,
Ribuan langkahmu mengajari arti cinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H