Lihat ke Halaman Asli

Dea

Mahasiswi

Cinlok di Kampus? Jangan ya dek ya!

Diperbarui: 16 Agustus 2024   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kampus adalah tempat yang dipenuhi dengan warna-warni kehidupan. Setiap sudutnya seakan menyimpan cerita, mulai dari kisah akademik yang penuh perjuangan hingga kisah cinta yang berkembang di antara bangku-bangku kuliah. Salah satu cerita yang tak pernah habis dibicarakan adalah cerita cinta lokasi atau yang lebih dikenal dengan istilah "cinlok."

Bagi sebagian besar mahasiswa, cinlok adalah hal yang biasa. Teman sekelas yang sering bersama, tugas kelompok yang menuntut kebersamaan, hingga kegiatan organisasi yang membuat dua hati saling mengenal lebih dalam. Namun, bagi Rina, cinlok adalah sesuatu yang harus dihindari. Bukan karena dia tidak percaya pada cinta, tetapi karena dia percaya bahwa cinta di kampus bisa mengalihkan fokus dari tujuan utamanya: lulus dengan predikat cum laude.

Rina adalah mahasiswa semester lima yang dikenal cerdas dan berprestasi. Ia aktif di berbagai organisasi, namun tetap bisa menjaga prestasinya di kelas. Bagi teman-temannya, Rina adalah panutan. Tapi di balik semua itu, Rina memiliki prinsip yang teguh: **"Jangan cinlok!"**

"Susah, loh, kalau sudah terlibat cinta di kampus," kata Rina pada Mira, sahabat dekatnya. "Nanti fokus kita ke kuliah jadi berantakan."

Mira hanya tertawa mendengar nasihat Rina. "Ah, masa iya? Kalau sama-sama pinter dan saling mendukung, kenapa nggak?"

"Tetap aja, Mira. Lebih baik fokus dulu ke kuliah, baru mikirin cinta setelah lulus," balas Rina tegas.

Namun, prinsip Rina mulai diuji ketika ia bertemu dengan Dito. Dito adalah ketua organisasi yang diikuti Rina. Sosoknya yang karismatik, cerdas, dan penuh perhatian membuat hati Rina sedikit goyah. Awalnya, Rina berusaha menepis perasaannya. Baginya, ini hanyalah kekaguman biasa, bukan cinta.

Tetapi semakin sering mereka bekerja sama, Rina semakin sulit mengabaikan perasaannya. Dito bukan hanya sekadar ketua organisasi, tetapi juga teman diskusi yang asyik. Setiap kali mereka bertukar ide, Rina merasa ada koneksi yang lebih dari sekadar hubungan profesional.

Suatu hari, setelah rapat organisasi selesai, Dito mengajak Rina untuk berbicara empat mata. Mereka duduk di bangku taman kampus yang agak sepi.

"Rin, aku mau ngomong sesuatu," kata Dito dengan nada serius.

Rina merasakan detak jantungnya semakin cepat. "Apa itu, Dit?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline