Di dalam sejarah yang penuh luka,
Tersembunyi kisah sang pedang pora.
Ditempa oleh waktu, diuji oleh badai,
Ia berdiri teguh, dalam setiap tarung dan perang.
Pedang yang tak hanya tajam di ujungnya,
Namun penuh jiwa di setiap tebasan.
Menyingkapkan kebenaran, membela yang lemah,
Dalam setiap kilauan, ada harapan yang terjaga.
Di tangan prajurit yang gagah berani,
Pedang pora menjadi saksi bisu.
Setiap ayunan, mengukir cerita,
Tentang pengorbanan, cinta, dan harga diri.
Namun di balik kilatnya yang megah,
Ada tangis dan darah yang tertumpah.
Penderitaan tak terlihat, tersembunyi di bayang,
Pedang pora, membawa beban yang tak terbilang.
Dalam malam yang sunyi, saat perang mereda,
Pedang pora terbaring, lelah di sarungnya.
Ia mengingat semua yang telah dilalui,
Perjuangan, kemenangan, dan duka yang membelenggu.
Meski begitu, ia tetap setia,
Pada pemiliknya, sang ksatria sejati.
Bersama mereka, menempuh jalan panjang,
Melindungi yang dicinta, melawan segala ancaman.
Pedang pora bukan sekadar senjata,
Ia adalah simbol keberanian yang tak terbata.
Di balik kisahnya, ada jiwa yang bernyala,
Menyinari kegelapan, membawa cahaya.
Pedang pora, dalam senyapnya yang agung,
Terus menjaga, meski dalam bayang.
Ia adalah kisah tentang kehormatan,
Yang hidup dalam setiap detak perjuangan.