Manuskrip atau naskah kuno adalah tinggalan budaya bangsa yang sangat perlu dilestarikan. Naskah kuno berisi tentang berbagai hal seperti hikayat, babad, syair, hukum, sejarah, pengobatan, dan keagamaan. Hal ini menjadikan manuskrip tidak hanya memiliki nilai penting dari material fisiknya saja, tetapi juga dari teks yang terkandung di dalamnya.
Indonesia sendiri memiliki ribuan tinggalan naskah kuno baik yang disimpan di dalam negeri maupun di luar negeri. Di antara naskah-naskah kuno tersebut, beberapa telah ditetapkan sebagai Memory of the World (MOW).
Mengutip dari laman MOW Indonesia, memory of the world adalah ingatan kolektif manusia berupa warisan dokumenter (dalam bentuk audio, visual, audio-visual, dan benda cetakan) yang secara sah dapat menjadi bukti kejadian penting dalam sejarah umat manusia. MOW memperlihatkan keunikan warisan budaya manusia dalam bentuk pemikiran/ penemuan baru dan segala bentuk peninggalan yang bermanfaat bagi peradaban.
Suatu naskah atau dokumen dapat diusulkan menjadi MOW kepada UNESCO dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut:
- Warisan dokumenter adalah milik seluruh umat manusia walau secara hukum mungkin merupakan milik individu, organisasi masyarakat, atau bangsa;
- Pengusulan harus mencakup pernyataan tentang pentingnya warisan dokumenter, prosedur akses, dan pelestarian;
- Koleksi yang dimiliki secara bersama-sama oleh beberapa Negara dapat diajukan secara bersama-sama;
- Kriteria dasar seleksi yang harus dipenuhi agar sebuah materi budaya terdaftar dalam MOW antara lain: keaslian, keunikan, signifikansi waktu, tempat, subyek, tema, dan risiko kerusakan.
Berdasarkan laman UNESCO (lihat di sini), saat ini ada delapan naskah dan dokumen warisan budaya Indonesia yang telah ditetapkan sebagai MOW yaitu Archives of the Dutch East India Company, I La Galigo, Nāgarakrĕtāgama atau Description of the Country (1365 AD), Babad Diponegoro atau Autobiographical Chronicle of Prince Diponegoro, arsip Konferensi Asia Afrika (Asian African Conference Archives), Arsip Tsunami, Naskah Panji, dan dokumen restorasi Borobudur.
Kitab Nitisarasamuçcaya dari Kerinci (KNK) atau dikenal pula sebagai Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah (KUTT)--saya sendiri mengkritik penamaannya sebagai KUTT--merupakan salah satu naskah kuno yang menurut saya sangat layak untuk diusulkan sebagai memory of the world jika melihat kriteria dari MOW serta nilai penting dari naskah tersebut.
Dalam pemaparan ini, penulis membagi nilai penting Kitab Nitisarasamuçcaya dari Kerinci menjadi tiga bagian yaitu nilai penting fisik, nilai penting tekstual, nilai penting sejarah dan nilai penting bagi masyarakat.
1. Nilai Penting Fisik Naskah
Berdasarkan pertanggalan C-14, kitab Nitisarasamuçcaya dari Kerinci ditulis pada sekitar abad ke-14 M. Secara paleografis, angka pertanggalan tersebut didukung pula oleh jenis huruf yang digunakan dalam menulis naskah yakni naskah pasca-pallawa atau disebut pula sebagai aksara kawi yang berkembang khusus di Sumatra.
Aksara tersebut banyak digunakan pada abad ke-14 hingga ke-15 M. Hal ini menunjukkan bahwa KNK sudah berusia sekitar 700 tahun dan sezaman dengan Nāgarakrĕtāgama. Pertanggalan yang cukup tua ini menjadikan KNK sebagai naskah Undang-undang Melayu tertua di dunia (Kozok, 2006, 2015). Sebenarnya KNK juga memuat pertanggalan yang susah dibaca karena teksnya yang sudah kabur.
KNK merupakan naskah baik fisik maupun teksnya benar-benar merupakan naskah yang telah berusia sangat tua. Berbeda dengan naskah lain yang memungkinkan adanya proses penyalinan ulang dari masa ke masa. Teks bisa saja menceritakan hal-hal yang terjadi jauh sebelumnya, atau menggunakan aksara dari naskah sebelumnya.