Beberapa artikel yang diterbitkan oleh National Geographic Indonesia tentang Harimau Sumatra dan konflik dengan manusia di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), telah membuat saya tergugah untuk menuliskan bagaimana hubungan orang Kerinci dengan harimau dari apa yang saya ketahui.
Sebagai orang yang dibesarkan dalam lingkungan budaya Kerinci, sedikit banyak saya pernah mendengar berbagai mitos terkait dengan harimau Sumatra yang berhabitat di area sekitar TNKS, di sekitar area permukiman dan perladangan penduduk.
Keberadaan Harimau Sumatra hingga saat ini sangatlah menarik. Hal ini karena mereka relatif bisa bertahan dari kepunahan dibandingkan dengan Harimau Jawa dan Harimau Bali. Saya menganggap penyebab kelestarian harimau sumatra hingga kini salah satunya karena tradisi masyarakat setempat.
Namun kini, tradisi itu sudah mulai hilang dan mitos-mitos yang mengiringi eksistensi harimau kian lenyap hingga konflik-konflik yang melibatkan antara manusia dan harimau kerap terjadi. Ini adalah berita yang sangat menyedihkan, di mana harimau sekarat di "rumahnya" sendiri yang sekaligus menjadi tempat perlindungan terakhir.
Kepercayaan tentang Harimau
Kepercayaan asli orang Kerinci berakar dari animisme dan dinamisme. Mereka percaya akan adanya roh-roh leluhur yang disebut nineik, roh-roh baik dan jahat yang menguasai alam seperti dewa dan mambang serta adanya totem. Dalam istilah antropologis, totem adalah hewan-hewan yang dianggap suci oleh suku-suku tertentu.
Bagi masyarakat Kerinci, harimau merupakan salah satu totem di antara banyak totem dalam kepercayaan mereka. Mereka percaya ada dua jenis harimau yaitu harimau pengganggu dan harimau gaib.
Harimau penganggu adalah harimau yang bersifat nyata yang bisa menyerang dan memakan manusia maupun binatang peliharaannya. Sementara itu, harimau gaib adalah harimau yang tidak kelihatan dan dianggap sebagai jelmaan "sahabat" dan "prajurit" dari para roh leluhur. Harimau ini disebut sebagai Imaw srabat atau Imaw Ulubalang, mereka dipercaya menghuni punggung-punggung bukit di dalam hutan, muara dan hulu sungai. Harimau ini bersifat melindungi manusia, menjaga hutan milik suatu klan, serta menghalau harimau penganggu agar tidak masuk ke permukiman.
Kedua jenis harimau ini harus dihormati sehingga ada pantangan untuk menyebut istilah "harimau" bila berada di dalam hutan. Mereka dipanggil layaknya panggilan manusia "dio", "diyau", "hangtuo". Penghormatan ini karena mereka dianggap sebagai makhluk yang lebih dulu menempati wilayah Kerinci sebelum kedatangan manusia.
Harimau gaib diceritakan terdiri dari dua karakter fisik yakni harimau belang dengan salah satu jari kakinya terpotong, dan harimau kumbang (berwarna hitam) dengan tanda putih di keningnya. Mereka memiliki beberapa gelar seperi Palimo (panglima) Tingkih, Palimo Kumbang, Palimo barantai, Palimo Sirah Mato, palimo guling dan Palimo Ciyap.