Lihat ke Halaman Asli

H. H. Sunliensyar

TERVERIFIKASI

Kerani Amatiran

Ketika Cadar Dilarang di Kampus Islam

Diperbarui: 8 Maret 2018   06:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Muslimah bercadar, Sumber: www.pictame.com

Terus terang saja saya tidak terlalu 'suka' dengan pakaian bercadar, karena dalam pandangan saya bercadar akan sedikit menyusahkan bagi para perempuan untuk bersosialisasi di lingkungannya, beraktivitas bahkan bekerja, apalagi di zaman sekarang ini. 

Di masa lampau, memang bercadar bagi perempuan merupakan tradisi banyak suku bangsa di Asia. Tetapi dalam konteks masa itu, aktivitas perempuan dibatasi, mereka hanya beraktivitas di dalam rumah tinggal mereka, mengurusi anak-anak dan anggota keluarganya. Sementara nafkah hanya dicari oleh si suami sebagai kepala rumah tangga. Tetapi sekarang, tuntutan zaman telah berubah. Perempuan lebih bebas untuk beraktivitas dan bekerja di luar rumah dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Oleh sebab itu, menggaungkan kembali tradisi bercadar sekarang ibarat memutar waktu kembali beberapa abad ke belakang. 

Apalagi teks-teks alqur'an pun tidak menyebutkan secara jelas tentang kewajiban wanita  untuk bercadar (menutupi wajah), begitu pula dalam pendapat Imam Syafi'i yang mengecualikan wajah dan telapak tangan sebagai aurat perempuan. Kewajiban bercadar bagi perempuan merupakan salah satu doktrin dari berbagai banyak pandangan ulama fiqh tentang aurat perempuan.

Terlepas dari pada itu semua, menjadi hak setiap manusia lah untuk memilih gaya busana yang ia ingini, selama masih dalam batas norma-norma kesopanan yang digunakan di Indonesia, sah-sah saja bagi siapapun memilih gaya berbusana, tak bisa dikekang. Oleh sebab itu, bukanlah suatu kebijakan yang tepat bagi kampus (apalagi kampus Islam) untuk melarang mahasiswinya bercadar.

Pelarangan bercadar bagi saya merupakan pemaksaan dogma agama secara sepihak kepada mahasiswinya apalagi dengan ancaman dikeluarkan. Kampus semestinya mengurusi hal-hal yang lebih penting terkait dengan masalah moral di kalangan mahasiswa seperti perzinahan, narkoba, prostitusi dan lain sebagainya, daripada mengurusi masalah tetek bengek semata.

Diskriminasi berpakaian dan berbusana terhadap mahasiswinya justru menjadikan kampus tersebut sebagai pelaku anti keragaman yang nyata.  Kampus Islam seharusnya menjadi tonggak utama menumbuhkembangkan rasa kebhinekaan di kalangan pemuda. Bukan malah merongrongnya dari prilaku diskriminasi melalui kebijakannya.

 Jikapun misalnya busana bercadar berdampak buruk bagi kegiatan belajar mengajar dan administrasi kampus. Seharusnya sosialisasi dan pembinaan terhadap mahasiswi lebih diutamakan daripada aturan pelarangan yang mencerminkan "kediktatoran" dan "egoisme" kampus terhadap para mahasiswinya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline