Tahun ini bumi pertiwi sedang banyak sekali dilanda penderitaan. Padahal negeri ini baru saja melewati pesta demokrasi namun ujian yang datang sudah bertubi-bertubi. Dalam pesta demokrasinya pun diawali dengan perseteruan dan diakhir dengan demo yang luar biasa besar.
Belum lagi kasus rasisme di Papua, kebakaran hutan di Karhutla dan demo penolakan RUU yang penuh kontrofersi oleh Mahasiswa. Itu blum termasuk ujian-ujian yang berat di tahun sebelumnya.
Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi. kritikan dan perbedaan pendapat bukan lagi menjadi hal yang tabu. Penolakan dan penggugatan adalah proses yang dilalui untuk menguji argumentasi. Tak jarang masa dikerahkan untuk memperkuat argumentasi. Dan tak jarang pula kekuatan masa kalah dengan legitimasi. Demokrasi yang berarti satu orang satu suara dan mengakumulasi seluruh suara. Namun tetap saja suara terbanyak kalah dengan yang sudah disepakati bersama dan menjadi Legitimasi.
Setiap suara yang keluar pasti mengandung unsur kepentingan. Tak munafik, kepentingan yang disuarakan pasti adalah kepentingan untuk diri sendiri. Membawa nama kelompok besar seperti membawa nama Rakyat adalah strategi untuk memenangkan kepentinganya.
Banyak sekali yang tertipu ketika nama Rakyat dikoarkan. Padahal definisi rakyat sangat luas, sulit untuk tinjau dari sisi mana kepentingan itu dapat mewakili keseluruhanya.
Bisa saja ia berkoar atas nama rakyat, namun sebenarnya ia hanya berkoar atas kepentingan dirinya sendiri yang ia definisikan sebagai rakyat. Perbedaan kepentingan dengan membawa nama kelompok yang sama menjadi konflik yang terus menerus terjadi di dunia demokrasi.
Nafsu yang menjadi pengelabu dalam mengungkapan kebenaran menyebabkan kenapa perang selalu saja dikumandangkan. Banyak sekali yang mengaku memperjuangkan kebaikan. Namun cara-cara yang digunakan tidak lah sesuai dengan apa yang diperjuangkan. Paradoks perjuangan selalu menjadi keanehan di dunia ini, namun tidak pernah disadari.
Jika ingin mengungkapkan kebenaran, ungkaplah secara spesifik dan mendetail kebenaran mana yang akan diperjuangkan. Karena definisi kebenaran pun masih rancu tergantung dari sisi mana kita memandang. Jangan mendefinisikan kebenaran secara global dan merabah ke semua aspek hanya untuk kemenangan. kekecewaan adalah konsekuensi terbesar yang harus dihadapi dan lebih sulit dari memperjuangkanya dari awal.
Opini demo mahasiswa
Sekilas melihat perjuangan teman-teman di lapangan sangat mengagumkan. Seperti Gerakan yang mewakili kegundahan rakyat atas Rancangan Undang-undang yang kontroversi. Antusias mahasiswa yang turun ke jalan dari berbagai Universitas menjadi kebanggaan atas nama reformasi.
Namun kebanggaan itu kian memudar ketika perwakilan mereka diwawancarai dalam acara diskusi di salah satu stasiun telivisi ternama. Pertanyaan yang sederhana namun dijawab dengan kata tidak tahu membuat mereka seperti pahlawan salah kostum. Sedikit mengecewakan, memperjuangkan tanpa mengetahui secara mendalam apa yang diperjuangkan bagaikan bertempur tanpa mengetahui apa yang harus di serang. Aksi memang perlu, namun aksi tanpa ilmu sama saja cari mati.