Kita ketahui dalam ilmu sosial tidak ada namanya benar atau salah. Karena kebenaran tergantung dari sudut mana kita memandang. Namun aneh nya masih banyak orang yang tetap kekeuh menganggap pendapat nya lah yang paling benar dan tidak mau menerima pendapat yang lain nya. Seperti dalam kasus meiliana karena kritikan terhadap suara adzan yang keras.
Dalam islam suara adzan adalah panggilan untuk menunaikan ibadah. Adzan sendiri dikumandangkan lima kali sehari dan di lantunkan dengan suara yang lumayan keras sehingga satu kampung dapat mendengarnya. Dengan hal seperti itu tentu kuping orang indonesia sudah terbiasa mendengarnya. Ada dua kemungkinan jika ada orang yang mempermasalahkan adzan ini. Antara dia orang pendatang yang baru mendengarkan adzan (seperti kasus yang pernah terjadi di bogor) atau dia sedang terkena gangguan jiwa.
Menurut kronologi yang saya baca dan masyarakat sekitar ceritakan. Pihak masjid pun mendatangi rumahnya untuk mengkroscek sekaligus memberi penjelaskan kepada Meiliana. Namun meiliana tetap kekeuh akan permintaanya. Bahkan membalas dengan intonasi yang keras dan mengucapkan kata-kata yang kurang mengenakan. Sehingga terjadi adu cekcok dan untungnya ada suami meiliana yang menengahi nya. Suasana pun kembali teggang setelah meiliana berteriak dan marah ketika adzan isya berkumandang. Masyarakat disana tidak sabar lagi untuk menahan emosi nya dan membawa meiliana kekeluharan dan berujung kepengadilan.
Setelah terjadi kasus diatas, ada segerombolan anak muda yang tidak terima dengan sikap meiliana dan mendatangi rumahnya yang berniat ingin membakar rumah meiliana. Namun masyarakat sekitar menghadang sehingga pemuda tersebut beralih ke vihara untuk membakarnya.
dari kasus seperti itu terlihat yang membakar vihara bukan lah masyarakat yang mengadukan meiliana ke pengadilan. Melainkan sekelompok pemuda yang masih tidak dapat menahan emosinya. Masyarakat justru membantu menghadangnya, namun banyak media yang sengaja membenturkanya untuk menimbulkan perpecahan.
kasus tersebut bukan tentang penistaan agama, bukan juga tentang terkekangnya minoritas tapi tentang etika bermasyarakat. Kita memang mempunya kebebasan, namun kebebasan itu terbatas dengan kebebasan orang lain. oleh karena itu kita harus saling menghormati batasan-batasan itu.
disini saya tidak ada niat menyalahkan atau mendukung pihak mana pun karena benar-salah itu relatif. Saya hanya ingin meluruskan isu yang menyebabkan perpecah belahan karena ketidak jelasan informasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H