Mengenal Bahasa Pecinan Surabaya
Surabaya adalah kota yang memiliki banyak sekali kemajemukan dalam masyarakatnya. Hal ini dikarenakan Surabaya telah menjadi salah satu kota yang penting untuk perdagangan sejak zaman dahulu kala. Surabaya memiliki banyak sekali etnis. Namun, terdapat tiga etnis terbanyak yaitu etnis Jawa, etnis Madura, dan etnis Tionghoa. Di Surabaya sendiri, etnis Tionghoa memiliki proporsi sebanyak 7,25% dari penduduk Surabaya.
Etnis Tionghoa di Surabaya datang dari sejak berabad-abad lalu sejak zaman Majapahit. Mereka datang dari status sosial berbeda mulai dari orang-orang kaya, pedagang, buruh, orang miskin, bahkan pengungsi. Di abad-abad yang lalu, etnis Tionghoa di Surabaya ini banyak yang menikahi orang-orang local dan hasil percampuran ini sering disebut sebagai pernikahan Ampiang yang etnis yang bernama Peranakan atau Kiau-Seng. Setelah itu, muncul gelombang imigran Tionghoa di Surabaya yang tidak melakukan perkawinan percampuran dengan orang pribumi, mereka disebut dengan sebutan Tionghoa totok atau Sin-Khek atau yang dikenal dengan singkek. Dua macam Tionghoa di Surabaya ini mewarnai kehidupan di Surabaya.
Belakangan ini, sudah banyak konten berupa tulisan maupun tayangan yang mengenalkan budaya Tionghoa Surabaya kepada masyarakat. Tidak sedikit konten-konten yang menarik perhatian masyarakat luas sehingga menjadi viral. Apalagi, pada era sekarang yang datang, banyak Tionghoa Surabaya yang menjadi pembuat konten yang terkenal di media sosial. Oleh karena itu, muncul ketertarikan pada masyarakat luas mengenai budaya Tionghoa Surabaya. Salah satu budaya Tionghoa Surabaya yang menarik untuk dibahas yakni Bahasa Pasar Atom.
Bahasa Pasar Atom adalah suatu subdialek yang digunakan oleh Etnis Tionghoa di Surabaya. Bahasa Pasar Atom memiliki induk yaitu dialek Arekan, yaitu suatu dialek dari bahasa Jawa. Bahasa Pasar Atom ini memiliki banyak pengaruh dari bahasa Indonesia, dan beberapa pangaruh dari bahasa Belanda, Hokkian dan bahasa Mandarin yang mana pengaruh-pengaruh ini membedakannya dengan bahasa Jawa dialek Arekan.
Bahasa Pasar Atom memiliki ciri-ciri sebagai berikut yaitu, perubuhan bunyi, terdapat sisipan kosakata dari bahasa Mandarin, bahasa Hokkien, dan Bahasa Belanda, pencampuran antara kata dasar berbahasa Indonesia dan akhiran(suffix) dalam bahasa Jawa.
Bahasa Pasar Atom memiliki banyak kosakata dari bahasa Mandarin, Hokkien, serta beberapa pinjaman dari bahasa Belanda. Bahasa Mandarin dan Hokkien tentunya didapat dari latar belakang etnis mereka yaitu etnis Tionghoa. Kosakata bahasa Pasar Atom banyak dipengaruhi bahasa Hokkien karena mayoritas Tionghoa-Surabaya sendiri berasal dari suku Hokkien, sedangkan bahasa Mandarin sendiri berasal dari pendidikan bahasa Mandarin. berasal yaitu wo, lu, gua, koko, cece, meme, ciek fen, ai, suk suk, ciak, mbo pek kong, mbo jay, mbo huat, ceng li, cin cai, airen, kya-kya, Meiguo, dsb. Sedangkan, bahasa Belanda memengaruhi sebagian panggilan etnis Tionghoa Surabaya pada kata-kata untuk kekerabatan keluarga seperti kata sinyo, nonik, opa, oma, tante, dan om.
Perubahan bunyi pada bahasa Pasar Atom terjadi pada kata-kata yang berasal dari bahasa Jawa atau bahasa Indonesia yang berubah untuk disesuaikan dengan penyesuaian lafal dialek Tionghoa. Hal ini biasanya dilakukan oleh generasi tua yang memiliki bahasa ibu dialek Tionghoa. Perubahan bunyik terjadi pada bunyi /r/ yang berubah menjadi huruf l, bunyi /t/ menjadi bunyi /k/, serta penambahan konsonan apostrof /'/ pada kata yang berakhiran vokal. Contohnya pada kata pergi yang menjadi pigi, kata lihat yang menjadi kata liak, dan kata dewe yang berubah menjadi kata dewek.
Perubahan dalam pengimbuhan kata juga terjadi pada bahasa Pasar Atom. Dalam bahasa Pasar Atom, kata dasar dalam bahasa Indonesia sering digabungkan dengan imbuhan dari bahasa Jawa. Contohnya adalah kata rumahe yang berasal dari kata rumah dan imbuhan -e yang dalam bahasa Jawa berarti -nya.
Berikut ini, contoh kalimat dalam bahasa Pasar Atom :
"Nyo, beli-o ndek sana ae, selak ditunggu ndek sana ambek mami lu. mau ciek fen ndek rumah-e Cik Hua soal-e".