Lihat ke Halaman Asli

Respon Lembaga Ekonomi Terkait Penghapusan BPJS

Diperbarui: 24 Juni 2024   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada tahun 2022, pemerintah berencana menghapus sistem BPJS Kesehatan kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan menggantinya dengan kelas yang sama atau kelas standar, namun sebelum menghapus kelas BPJS tersebut, pemerintah akan mengambil tindakan lainnya yaitu JKN:  peralihan kelas rumah sakit (KRI) dibagi menjadi dua kelas standar. Standar kategori A merupakan kategori yang diperuntukkan bagi penerima iuran jaminan kesehatan nasional (PBI JKN). Sedangkan Kelas Standar B diperuntukkan bagi peserta JKN non-PBI. Kelas perawatan yang diprakarsai oleh Jamsostek akan selesai.

Dipimpin Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, aksi mogok kerja tersebut berlangsung mulai tahun ini hingga 2025. Kelas 1, 2 dan 3 nantinya akan digantikan oleh Sistem Kelas Standar Statis (KRIS) Penghapusan Sistem Statis Kelas 1, 2, dan 3. Kategori pasien standar tidak mengurangi kualitas pelayanan dan harus manusiawi.

Selain pelayanannya, harganya juga sama. Tujuan kebijakan ini adalah untuk memberikan pelayanan yang sama kepada seluruh peserta JKN sehingga seluruh masyarakat, peserta berhak mendapatkan pelayanan yang sama, baik medis maupun non medis. Apabila Kelas Peserta BPJS Kesehatan ditiadakan maka tidak ada lagi yang namanya Kelas 1, 2 dan 3 sehingga hanya ada dua kelas ke pesertaan program yaitu Kelas Standar Kelas A dan Kelas Standar B adalah untuk peserta iuran bagi penerima manfaat (PBI) dan kelas B untuk peserta non-PBI.

Pegawai pegawai Penerima Gaji (PPU) dan Pegawai Penerima Gaji (PBPU) atau Wiraswasta tergolong non-PBI dan fasilitasnya didasarkan pada ukuran kamar dan jumlah tempat tidur per kamar. berbeda Terkait tarif, program JKN dikembangkan berdasarkan kajian terhadap Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Primer (KDK).  Dalam menyusun KDK, perlu dipertimbangkan dan kemungkinan masyarakat dalam memperkenalkan kelas standar atau KRIS masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah mempunyai akses terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan primer yang akan digunakan untuk menentukan keuntungan JKN ke depannya.

Konsep ini dirumuskan dan tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa, memelihara kesehatan, dan menghilangkan penyakit sehingga evolusi program Jaminan Sosial sejalan dengan perubahan Jaminan Sosial. suatu sistem dimana diharapkan peran Puskesmas Dalam memantau atau memeriksa kesehatan warga masyarakat (Puskesma), perlu dilakukan upaya promotif dan preventif agar anggaran BPJS Kesehatan menyasar masyarakat yang benar-benar membutuhkannya. Di sisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau pemerintah dan otoritas menetapkan pembayaran kelas standar BPJS kesehatan, dengan mempertimbangkan kondisi keuangan dan daya beli peserta mandiri.

Ketua YLKI menjelaskan bahwa kelas dasar secara harfiah merupakan perintah undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sehingga pemerintah harus mempertimbangkan keterampilan peserta mandiri atau peserta. Tidak Dibayar (PBPU), khususnya yang termasuk golongan III. Artinya tarif kelas standar BPJS Kesehatan harus terjangkau untuk semua kalangan atau lebih murah dengan harapan tarif tersebut lebih masuk akal bagi masyarakat. Namun, pertumbuhan mempengaruhi kelompok menengah.

Untuk menentukan sistem tarif, pemerintah harus memiliki kajian yang komprehensif yang mempertimbangkan semua kepentingan, semua kelompok kepentingan. Khususnya pada masyarakat menengah ke bawah, khususnya pada kelas III Diketahui mulai Januari 2021 iuran BPJS kesehatan kelas III mengalami kenaikan. Biaya saat ini adalah Rp 42.000 per bulan, namun pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.000 per anggota.

Jadi peserta BPJS Kesehatan kelas PBPU III harus membayar Rp35.000 per bulan, lebih mahal Rp9.500 dari sebelumnya Rp25.500 per bulan. Sedangkan Kelas I Rp150.000 per bulan dan Kelas II Rp100.000 per bulan. Sedangkan jika pembayaran terlambat atau tertunda akan dikenakan denda. Besaran denda diatur dengan Keputusan Presiden No. 64 Tahun 2020, denda yang ditetapkan sebesar 5% dari biaya diagnostik awal Dinas Kesehatan dikalikan dengan jumlah bulan keterlambatan.

Selain itu, penghapusan sistem kelas BPJS akan menimbulkan banyak kerugian lain, misalnya dapat meningkatkan ketimpangan akses terhadap pelayanan kesehatan dan menyebabkan biaya pengobatan menjadi lebih tinggi. pengobatan sehingga dapat menjadi beban masyarakat. "Pemerintah harus mempertimbangkan untuk menghapuskan sistem kelas BPJS."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline